Ketika Tuhan Berkehendak Lain
Assalammu’alaikum Warahmatullah.
Diumumkan kepada seluruh siswa kelas 10 dan 11 yang berminat mengikuti
pembinaan olimpiade diharapkan sepulang sekolah nanti berkumpul di bangsal
sekolah. Demikian pengumuman ini saya sampaikan. Atas perhatiannya, saya
ucapkan terima kasih. Wassalammu’alaikum warahmatullah.
Begitulah
pengumuman yang disampaikan oleh pak Suro, guru Akuntansiku yang terdengar
melalui speaker kelas.
“Yuk, Jun, Lut, Tik, ikut pembinaan
olimpiade ekonomi!”ajakku bersemangat.
“Gak ah, malas,”tolak Lutfi.
“Kalau ada olimpiade sosiologi sih
aku ingin ikut Yan,”timpal Tika.
Setelah bel jam istirahat berbunyi,
aku bergegas pergi ke kelas sebelah, menghampiri temanku yang bernama Mesti.
Dan mengajaknya mengikuti pembinaan olimpiade ekonomi. Gayung bersambut, Mesti
menerima ajakanku. Jadilah sepulang sekolah, setelah menunaikan salat Dhuhur,
kami berlari menuju bangsal. Takut terlambat. Ruang bangsal hampir terpenuhi
setengahnya. Cukup banyak juga yang berminat mengikuti pembinaan olimpiade.
Tentu saja bukan hanya ekonomi, tetapi dari berbagai mata pelajaran yang lain.
Setengah jam kemudian pembina dari
masing-masing mata pelajaran yang dilombakan dalam olimpiade telah memasuki
bangsal. Pertama-tama pak Kepala Sekolah memberikan sambutan. Lalu guru
Akuntansiku memberi pengarahan mengenai pembinaan olimpiade, dan pelaksanaan
olimpiade. Pembinaan olimpiade akan dimulai pekan depan dan dilaksanakan
seminggu sekali. Selanjutnya dua kakak kelas dan seorang temanku bercerita
mengenai perjuangannya hingga bisa lolos sampai skala nasional. Betapa mereka
pesimis terhadap hasil yang akan mereka dapatkan. Namun, segala usaha mereka
terbayar lunas atas apa yang telah mereka raih.
“Setelah acara ini selesai, jangan
pulang dulu. Karena ada perkenalan dan pengarahan dari masing-masing Pembina.
Nanti kalian masuk ke kelas menurut mata pelajarannya masing-masing. Mengerti?
Wassalammu’alaikum warahmatullah.”
“Siap! Mengerti! Waalaikumsalam
warahmatullah,”jawab kami serempak.
Aku dan Mesti mengikuti guru
Akuntansi kami—yang ternyata Pembina pembinaan olimpiade ekonomi—menuju kelas
11 IPA 1. Ada lima anak termasuk aku yang berminat mengikuti pembinaan
olimpiade. Terdiri dari tiga anak kelas 11, dan dua anak kelas 10.
“Assalammu’alaikum warahmatullah.
Bagaimana kabarnya hari ini?,”kata Pak Suro, guru Akuntansi sekaligus Pembina
kami memulai percakapan.
“Waalaikumsalam warahmatullah.
Alhamdulillah baik, Pak,”jawab kami hampir bersamaan.
“Ya, selamat datang di pembinaan
olimpiade ekonomi. Semoga prestasi yang akan kalian raih nanti bisa melebihi
prestasi mba Gita yang mendapat perak di tingkat nasional kemarin. Oke, tidak
perlu berlama-lama lagi. Sekarang kita tentukan hari untuk pembinaan olimpiade
ekonomi. Nanti saya dan kakak kelas kalian yang sudah lulus akan membimbing
kalian untuk memahami materi-materi ekonomi dan akuntansi,”jelas Pak Suro.
“Saya bisa hari Senin, Pak.”
“Saya juga bisa Pak.”
Akhirnya hari Senin dipilih sebagai
pembinaan olimpiade ekonomi. Jam 3 sore acara pengarahan dan perkenalan
olimpiade pun selesai.
Hari Senin berikutnya, pembinaan
olimpiade ekonomi dimulai. Hanya menyisakan kami bertiga di hari pertama
pembinaan. Aku, Mesti, dan Andri—teman sekelasnya Mesti. Materi pembinaan kali
ini yaitu Akuntansi Dasar. Pak Suro kembali menjelaskan Akuntansi dari awal,
yaitu persamaan akuntansi dan unsur-unsur dalam Akuntansi. Kami mendengarkan
dengan seksama. Menuliskan soal yang terpantul dari LCD proyektor.
Hari-hari pembinaan berikutnya masih
diajarkan materi Akuntansi oleh Pak Suro. Sampai pada hari kesekian pembinaan,
pak Suro masuk ke kelas bersama seorang perempuan cantik berjilbab. Lalu pak
Suro memperkenalkan perempuan itu. Dia bernama Anda, peraih medali emas
Olimpiade Ekonomi tingkat provinsi. Dia adalah alumnus sekolah kami yang
sekarang berkuliah di universitas daerah kami.
“Siang adek-adek, perkenalkan nama
saya Anda. Saya diminta oleh pak Suro untuk mendampingi kalian di pembinaan
olimpiade ekonomi ini. Salam kenal ya,”sapanya menyunggingkan bibir
memperlihatkan gigi gingsulnya.
Minggu-minggu berikutnya kami
mempelajari materi ekonomi kelas 1 mengenai inti masalah ekonomi, perilaku
konsumen dan produsen, permintaan dan penawaran, pasar, ekonomi makro dan
mikro, pendapatan nasional, uang dan bank, konsumsi, produksi, dan tabungan.
Biasanya selesai diberi materi mba Anda, kami mengerjakan soal OSN tahun
sebelumnya atau soal ulangan harian ketika mba Anda kelas 1 SMA.
***
Tidak terasa sudah hampir lima bulan
aku mengikuti pembinaan. Dan minggu depan aku dan teman-temanku yang lain akan
mengikuti pembinaan secara intensif selama dua minggu. Itu artinya kami tidak
bisa mengikuti kegiatan belajar-mengajar untuk dua minggu ke depan. Kabar
buruknya sainganku bertambah banyak. Ada tujuh orang. Tiga di antaranya adalah
teman sekelasku yang sekaligus peraih tiga besar peringkat terbaik kelas IPS.
Persaingan semakin ketat, atmosfer pembinaan ini semakin panas. Kami
berlomba-lomba agar terpilih sebagai 3 kandidat yang akan mewakili sekolah kami
sebagai peserta olimpiade ekonomi tingkat kabupaten.
Setiap hari kami dijejali
materi-materi ekonomi dari pagi hingga siang hari, dari hari Senin hingga
Minggu, dan berulang sampai dua minggu ke depan. Untung saja makan siang yang
disediakan oleh sekolah tergolong makanan yang jarang kumakan, seperti nasi
padang, gudeg, ayam, dan bento. Kami benar-benar dimanjakan oleh pihak sekolah.
Selain diberi materi, beberapa kali
kami juga diberi soal olimpiade tahun-tahun sebelumnya. Nanti hasil dari tes
itu akan digunakan sebagai pertimbangan apakah kami termasuk tiga orang
terpilih itu atau bukan. Hari ini adalah hari penentuan tiga orang yang akan
terpilih untuk mewakili sekolah. Kami akan mengerjakan soal tes yang terakhir.
Aku mencoba menjawab soal tersebut dengan sebaik mungkin. Berusaha mengingat
materi yang sudah kupelajari.
“Ya, waktunya sudah habis. Ayo,
segera letakkan pensil atau pulpen kalian. Segera kumpulkan lembar jawab kalian
ke meja depan.”Perintah mba Anda tepat ketika bel pulang berbunyi.
“Pengumuman siapa yang akan terpilih
sebagai peserta olimpiade ekonomi akan diberitahu lewat pesat singkat.
Kira-kira setengah jam lagi. Nanti yang tidak mendapat pesan singkat dari saya
atau pak Suro berarti dia tidak terpilih. Sekarang kalian boleh pulang,”lanjut
mba Anda.
Jam dua lewat, aku masih menunggu
ibu di pos satpam sekolah. Berkali-kali aku mengecek ponselku. Namun tidak ada
satu pun pesan singkat yang masuk. Saat aku hendak beranjak pergi, menghampiri
ibuku yang baru saja datang, tiba-tiba ada yang memanggilku. Aku menoleh,
mencari sumber suara itu.
“Yas, kamu dipanggil pak Suro tuh,”
kata Juni dengan napas tersengal.
“Emang kenapa Jun?”
“Gak tau. Udah ikut aja.”
Aku pun menuruti Juni. Mengikutinya
berjalan menuju koridor sekolah lalu berhenti di sebuah ruangan bertuliskan “Student Affair”. Dengan wajah bingung
aku pun masuk ke ruang tersebut.
“Ayo, masuk saja! Duduk di
sini,”perintah pak Suro.
“Begini, seperti yang kita tahu,
telah terpilih 3 orang yang akan mengikuti ajang olimpiade ekonomi. Ada April,
Usi, dan Juni. Sayangnya kamu ini berada di peringkat empat. Saya sudah mencoba
mengusahakan agar yang maju ada 4 orang, tetapi tetap tidak bisa. Namun, saya
tetap mengusahakan agar kamu tetap ikut. Jadi, sekarang kembali lagi ke kamu, tetap
mau ikut pembinaan atau tidak. Kalau tetap ikut, nanti sore anak-anak olim akan
ada pembekalan di hotel Atrium selama tiga hari.”cerita pak Suro begitu aku
mendaratkan tubuhku di kursi.
Dengan mata berkaca-kaca—hampir
menangis—aku pun mengangguk pelan. “Iya, Pak. Saya tetap mau ikut pembinaan.”
Tiga hari lamanya aku dan
teman-teman pembinaan yang lain menerima pembekalan, akhirnya hari yang
ditunggu pun tiba. Hari ini kami—sebenarnya tidak termasuk aku—akan mengikuti
ajang olimpiade tingkat kabupaten. Pagi ini pak Suro mengajakku menuju
ruangannya. Beliau bilang tetap tidak bisa mengikutsertakanku ke ajang
olimpiade hari ini, lalu beliau mengajakku untuk ikut ke tempat
perlombaan—setidaknya sebagai pendukung. Daripada harus menanggung malu dan menerima
banyak pertanyaan dari teman-teman karena hampir setengah bulan mengikuti
pembinaan tetapi tidak mengikuti perlombaannya—aku pun memutuskan untuk ikut.
Mataku sudah berkaca-kaca, ingin menumpahkan seluruh kekesalanku, tetapi aku
tetap menahan emosi dan menahan air mata yang hampir jatuh ini.
Sesampainya di sana, saat
teman-temanku yang lain memasuki kelasnya masing-masing untuk mengerjakan soal
olimpiade, aku hanya bisa menunggu di sebuah ruang tamu sekolah tersebut
ditemani pak Suro. Sedari tadi aku ingin menangis tetapi rasa malu ku terlampau
besar sehingga berhasil menutupi seluruh rasa sedihku. Berkali-kali aku
mengutuki diri, menyalahkan diri sendiri kenapa tidak berusaha lebih keras
lagi, belajar lebih giat lagi agar terpilih menjadi tiga orang itu. Kenapa aku
tidak bisa membuat orang tuaku bangga dengan cara mengikuti ajang olimpiade
ini? Napasku sesak karena terus berusaha menahan air mata yang semakin tidak
terbendung. Pak Suro yang duduk di depanku seolah tidak peduli kepadaku. Tidak
peka. Malah asik bermain laptop.
Jam 11 siang, bel pertanda
selesainya mengerjakan soal olimpiade berbunyi. Seluruh peserta
berbondong-bondong keluar dari ruang kelasnya. Memecah keheningan. Awan kelabu
seperti sedang menyelimuti wajah mereka. Tidak terkecuali tiga temanku itu.
Wajah-wajah yang tadi pagi diselimuti wajah penuh ketegangan sekarang berganti
menjadi kesuraman. Rasa optimis yang dipupuk sedari pembinaan kemarin seolah
sirna setelah mengerjakan soal olimpiade yang sesungguhnya. Mereka terus
membahas soal yang tadi mereka kerjakan—hingga kami dan anak-anak olimpiade
mata pelajaran lain tiba di sebuah warung bakso. Bilang tidak bisa, susah
sekali, menyimpang dari materi yang pernah diajarkan.
Setelah selesai menyantap bakso—yang
dibayarkan sekolah—kami bergegas masuk ke dalam mobil sekolah. Sesampainya di
sekolah, aku, April, Juni, dan Usi berjalan menyusuri koridor kelas 11, menuju
mushola sekolah. Lengang. Hening. Tepatnya tidak ada yang terlebih dulu memecah
keheningan. Selesai salat Dhuhur, kami berpisah di persimpangan koridor kelas
11 dan kelas 12. Aku, April, dan Juni kembali ke kelas 11-IPS, sedangkan Usi
kembali ke kelas 11-IPA.
Tepat jam 13.30, bel sekolah
berbunyi. Kami bergegas keluar dari kelas masing-masing. Bergegas pulang. Aku
menunggu di depan kelas teman dekatku, Mesti. Begitu dia keluar, aku buru-buru
menyambar tangannya, mengajaknya pulang. Jarak sekolah kami menuju rumah Mesti
terbilang cukup dekat. Lima menit sampai kalau ditempuh menggunakan sepeda
motor. Tetapi cukup menguras tenaga dan keringat kalau ditempuh dengan berjalan
kaki. Begitulah yang sering aku lakukan sepulang sekolah. Menunggu jemputan di
rumah Mesti.
Sesampainya di sana, aku segera
duduk di kursi ruang tamu—tanpa perlu disuruh.
Sambil membawa tasnya, Mesti masuk ke kamarnya. Berganti pakaian. Tidak
lama kemudian Mesti kembali ke ruang tamu. Kali ini dengan membawa sebuah
tempat minum dan dua buah gelas.
Tiba-tiba saja aku menangis.
Menumpahkan segala kesedihan yang melandaku sedari pagi tadi. Tanpa perlu
kucerita, Mesti memahami segalanya. Memahami mengapa aku tiba-tiba menangis.
Lalu dia menepuk bahuku, menatapku dalam, bilang kalau semuanya baik-baik saja,
aku telah berusaha dengan baik, tidak usah pedulikan cemoohan orang, masih
banyak cara lain untuk membanggakan orang tua.
Aku mengusap perlahan air mataku.
Mesti benar. Aku harus segera bangkit, tidak boleh terpuruk seperti ini karena
tidak bisa berlaga di ajang olimpiade ekonomi. Masih banyak cara lain untuk
membanggakan orang tua. Aku masih membanggakan orang tua di bidang akademik.
Setidaknya dengan mempertahankan peringkatku agar tidak turun. Aku berjanji
padaku diriku sendiri untuk terus berusaha dan tidak menyia-nyiakan pelajaran
yang aku dapatkan selama masa pembinaan. Masa-masa pembinaan kemarin sungguh
membuatku semakin menyukai ekonomi, dan membuatku semakin mantap untuk memilih
Akuntansi saat pendaftaran kuliah tahun depan dibuka.
Dari pembinaan kemarin aku mendapat
pelajaran bahwa ambisi yang berlebihan itu tidak baik. Kita memang harus
optimis, mempunyai keinginan yang kuat tapi kita juga harus terus berusaha agar
keinginan kita terwujud. Namun, saat keinginan kita tidak terwujud, kita tetap
harus berusaha, tidak boleh menyerah, tidak boleh terpuruk. Karena Tuhan selalu
punya rencana yang lebih baik untuk kita. Dan setidaknya ilmu yang aku dapatkan
selama pembinaan tidak akan sia-sia.
***
Sangat terbuka untuk menerima saran, kritik, dan komentar lainnya :)
No comments: