Pindah Jurusan
Sore tadi, selepas mengerjakan tugas
kelompok, aku dan seorang teman lelakiku berjalan menuju gerbang kampus, tiba-tiba saja dia menyeletuk,
memecah keheningan.
“Yas,
gak mau nyoba SBMPTN?” tanyanya tiba-tiba
“Umm,
pindah ke gedung sebelah (FEB)?”
“Iya.”
“Waktu
itu aku iseng-iseng ngisi form pendaftaran
sih, udah dapet KAP sama PIN nya”. jawabku
“SBMPTN?
Berarti baru ngisi yang online ya?”
“Iya.
Baru ngisi yang biodata gitu sih, belum milih jurusannya.”
“Wah,
aku belum daftar sama sekali e!”
“Loh,
kamu mau daftar SBMPTN?” tanyaku pura-pura
tidak tahu.
“Iya, soalnya aku ngrasa jiwaku
bukan di sini sih. Bapakku juga belum ngerestuin aku di sini.”
Dari percakapan yang kami lakukan
tadi, muncul kembali pertanyaan yang dulu sempat menghantuiku. Apakah memang jalan hidupku di jurusan ini?
Apakah kalau aku kembali memperjuangkan untuk mendapatkan jurusan yang
kuinginkan, jurusan itu akan kudapatkan?
Dulu sempat kepikiran untuk
mencoba tes SBMPTN, kalau kembali ditolak FEB, berarti jalan hidupku memang di
Psikologi. Namun, makin ke sini harus berpikir beribu kali untuk pindah
jurusan. Sebenarnya menjadi mahasiswa Psikologi bukan berarti aku salah
jurusan, toh Psikologi juga
pilihanku, walau pilihan keduaku. Kalau ditarik ke belakang, ke tahun 2013,
beberapa hari menjelang pendaftaran SNMPTN pun aku masih ragu untuk memilih
jurusan di pilihan pertama. Sampai pada akhirnya aku memilih Akuntansi di
pilihan pertama dan Psikologi di pilihan kedua karena aku sudah terlanjur jatuh
cinta pada Akuntansi. Namun, Tuhan berkehendak lain. Dia menjodohkanku dengan
Psikologi.
Sama sepertiku dan temanmu itu,
kamu pun bernasib sama. Salah jurusan. Namun, aku merasa kamu itu gak cowok banget karena tidak berani
memilih jurusan yang sebenarnya sangat kamu inginkan. Kamu pengecut. Baru setelah
hampir 2 semester ini berjalan, kamu akhirnya memutuskan untuk pindah jurusan. Meng-galau-kan
tiga jurusan sekaligus.
Terhitung dari hari ini, tinggal
30 hari lagi menuju tes SBMPTN, berarti masih sekitar 30 hari lagi aku masih
bisa bertemu denganmu, menatapmu dari jauh, menguntitmu secara diam-diam tanpa
sedikit pun kamu menyadarinya. Sebelum jarak semakin memisahkan kami, membawamu
ke sana, ke fakultas yang—katanya—disukai kaum hawa. Namun, aku berharap kamu tetap
tinggal di sini, di PSIKOLOGI RUMAH KITA J
No comments: