Tiga Tahun yang Percuma
Sayang, besok aku mau pulang ke Jogja
nih, bisa kita ketemuan sebentar? Ada
yang ingin aku sampaikan kepadamu. Jam 10 pagi di tempat biasa ya. :)
Pagi-pagi
sekali aku terbangun, aku tidak sabar bertemu dengannya, kekasih yang telah
lama terpisah oleh jarak demi menuntut ilmu. “Kira-kira dia mau ngomong apa
ya?” batinku. Setelah selesai berhias diri, aku pun mengambil kunci motor yang
tergeletak di atas televisi, berpamitan, lantas bergegas pergi.
Hanya
membutuhkan waktu 20 menit, aku pun sampai di tempat yang kami sepakati. Aku
melirik ke jam tanganku, belum jam 10. Lalu aku mengeluarkan sebuah novel
karangan Paulo Coelho. Kupikir tidak ada salahnya untuk membaca novel sebentar
sambil menunggu kedatangannya.
Aku
kembali melirik ke arah jam tanganku. Sudah 40 menit lewat dari waktu yang kami
sepakati. Namun, aku tetap bersabar, mungkin sebentar lagi dia akan datang. Aku
menutup novel yang baru kubaca setengah lantas beralih mengambil ponsel. Aku
memilih menu galeri, mengamati satu-persatu foto yang terpampang di ponsel. Aku
berhenti di sebuah foto yang diambil oleh temanku. Ya, fotoku dan dia. Selama 3
tahun kami menjalin hubungan, belum pernah sekali pun kami berfoto bersama. Aku
ingat sekali foto itu diambil oleh temanku saat aku mengembalikan hand-out Pendidikan Kewarganegaraan.
Foto itu hanya memperlihatkan kami dari sisi samping.
Air
mataku mulai menetes, membasahi pipi dan layar ponsel. Sungguh, aku
merindukannya, merindukan masa-masa SMA yang sering kami lalui bersama. Betapa
kami selalu mendukung satu sama lain terutama saat-saat menjelang Ujian
Nasional. Namun, apa daya, jarak harus memisahkan kami, memperkecil intensitas
kami untuk bertemu. Sudah 3 tahun sejak kelulusan SMA, kami tidak pernah
berjumpa, intensitas mengobrol via ponsel semakin berkurang, walau status kami
masih menjadi sepasang kekasih.
“Kirana”.
Aku sangat mengenali suara ini, desahan suaranya, caranya memanggil namaku.
Suara yang sangat kurindukan. Aku mengangkat kepalaku, bergegas menyeka air
mataku.
“Hey,
Kirana. Kenapa kamu menangis?” tanyanya lembut.
Aku
menggeleng.
“Kamu
apa kabar? Lama sekali kita tidak pernah bertemu lagi. Sungguh, aku
merindukanmu”. Kataku perlahan.
“Aku
sangat baik. Lihatlah, aku semakin gemuk. Aku juga merindukanmu, Kiran. Kamu
sendiri, apa kabar?”
“Selalu
baik” jawabku. “Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?” lanjutku.
Dia
tidak langsung menjawab pertanyaanku. Mencoba merangkai kata yang tidak membuat
pertahananku kembali roboh.
“Ummm,
sungguh, aku merasa bersalah sekali tidak pernah kembali lagi ke sini,
menyempatkan sedikit waktuku untuk bertemu kamu. Dan beberapa terakhir ini,
perasaan bersalah ini semakin mendalam. Maafkan aku Kiran, aku tidak
memberitahumu sebelumnya.”
Terdengar
helaan napas yang dalam. Aku mendengarkan setiap kata yang terucap dari
bibirnya. Menatap matanya yang teduh. Perlahan, aku mengerti kalau ada sesuatu
yang buruk yang menyangkut hubungan kami.
“Maafkan
aku Kiran, aku telah menikah. Tepat sebulan yang lalu, aku dijodohkan oleh
kedua orangtuaku. Kondisi kesehatan ayahku semakin memburuk. Beliau ingin
melihatku menikah dengan putri kolega beliau sebelum ajal menjemput beliau.
Maafkan aku Kiran, aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya padamu. Maafkan
aku yang telah memperkeruh hubungan kita. Hubungan kita berakhir. Kamu tidak
perlu menungguku lagi.” lanjutnya.
“Sekarang
aku harus pergi. Kasihan istriku menunggu terlalu di dalam mobil. Sekali lagi,
aku minta maaf Kiran. Aku sungguh menyesal”. Lalu dia mencium keningku untuk
terakhir kalinya, dan bergegas pergi, meninggalkan hatiku yang sudah tidak
utuh.
Belum
kering bekas tangis karena mengingat masa-masa SMA yang kami lalui bersama, air
mataku kembali menetes, kembali membasahi pipiku. Aku tidak bisa lagi untuk
berpura-pura tegar. Semoga dia bahagia bersama istrinya.
***
Maaf bila ada kesamaan cerita atau tokoh. Sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran :D
Kau suka nulis cerita ya? wahh aku juga nih...yuk kita share...
ReplyDeleteSebenernya lebih ke arah curhat sih, haha. Tapi ini bukan curhatan kok, wkwk. Wah, boleh boleh, share gimana maksudnya Ros?
ReplyDelete