Perempuan di Bulan Ramadhan
Krek!
Pintu ruang kesenian mendadak terbuka
Memunculkan sesosok perempuan—atau lebih pantas disebut wanita—dari balik pintu
Mengalihkan perhatian kami dari keasikan bermain gamelan
Untuk sekadar meliriknya yang mulai mendekat ke arah kami
Dengan penuh percaya diri dan seakan akrab dengan ruang kesenian, dia pun mendekati sebuah wadah berisi tabuhan gamelan
Perempuan itu pun mulai mengaduk-aduk wadah itu, memilah-milah sebuah tabuhan
Sepasang tabuh gender berhasil digenggamnya
Perlahan perempuan itu pun semakin mendekati kami yang sedang asik memainkan lancaran
Matanya berkeliaran
Menengok ke kanan dan ke kiri
Penuh
Seperangkat gamelan yang tersedia di ruang kesenian itu telah kami kuasai
Raut wajahnya berubah
Terlihat jelas raut kekecewaan di wajahnya
Kembali meletakkan sepasang tabuh gender ke tempat semula
Lantas pergi begitu saja, tanpa salam, tanpa perkenalan diri
Memunculkan bisik-bisik di antara kami
Siapakah perempuan itu?
Di tempat yang lain
Di segi delapan Masjid Kampus
Kami—aku dan panitia Ramadhan di Kampus—tengah asik menjemur gelas-gelas yang masih basah
Ketika sesosok perempuan tiba-tiba mendekati kami
Sesosok perempuan yang kulihat di ruang kesenian
Masih dengan gaya berpakaian yang sama
Mengenakan jaket, celana jeans yang agak longgar, dan sebuah tas kecil yang diselempangkan
Tanpa rasa malu, perempuan itu mencolek bahu seorang temanku
Mbak, njaluk duwite. Njaluk duwite. Sambil menengadahkan tangannya
Terus merengek dan tidak beranjak pergi sebelum diberi uang
Pertanyaan itu kembali mengusik pikiranku manakala hari-hari berikutnya perempuan itu kembali datang
Di ruang kesenian maupun di segi delapan Masjid Kampus
Siapakah sebenarnya sosok perempuan itu?
Hingga saat ini aku belum menemukan jawabannya.
Pintu ruang kesenian mendadak terbuka
Memunculkan sesosok perempuan—atau lebih pantas disebut wanita—dari balik pintu
Mengalihkan perhatian kami dari keasikan bermain gamelan
Untuk sekadar meliriknya yang mulai mendekat ke arah kami
Dengan penuh percaya diri dan seakan akrab dengan ruang kesenian, dia pun mendekati sebuah wadah berisi tabuhan gamelan
Perempuan itu pun mulai mengaduk-aduk wadah itu, memilah-milah sebuah tabuhan
Sepasang tabuh gender berhasil digenggamnya
Perlahan perempuan itu pun semakin mendekati kami yang sedang asik memainkan lancaran
Matanya berkeliaran
Menengok ke kanan dan ke kiri
Penuh
Seperangkat gamelan yang tersedia di ruang kesenian itu telah kami kuasai
Raut wajahnya berubah
Terlihat jelas raut kekecewaan di wajahnya
Kembali meletakkan sepasang tabuh gender ke tempat semula
Lantas pergi begitu saja, tanpa salam, tanpa perkenalan diri
Memunculkan bisik-bisik di antara kami
Siapakah perempuan itu?
Di tempat yang lain
Di segi delapan Masjid Kampus
Kami—aku dan panitia Ramadhan di Kampus—tengah asik menjemur gelas-gelas yang masih basah
Ketika sesosok perempuan tiba-tiba mendekati kami
Sesosok perempuan yang kulihat di ruang kesenian
Masih dengan gaya berpakaian yang sama
Mengenakan jaket, celana jeans yang agak longgar, dan sebuah tas kecil yang diselempangkan
Tanpa rasa malu, perempuan itu mencolek bahu seorang temanku
Mbak, njaluk duwite. Njaluk duwite. Sambil menengadahkan tangannya
Terus merengek dan tidak beranjak pergi sebelum diberi uang
Pertanyaan itu kembali mengusik pikiranku manakala hari-hari berikutnya perempuan itu kembali datang
Di ruang kesenian maupun di segi delapan Masjid Kampus
Siapakah sebenarnya sosok perempuan itu?
Hingga saat ini aku belum menemukan jawabannya.
No comments: