Setengah Hariku bersama Diriku
Sejak kuliah
dan hidup di perantauan membuatku ingin pergi ke berbagai tempat. Terlebih saat
pertama kali (lagi) naik kereta bersama teman-teman satu komunitas ke Jakarta, sungguh
membuatku ketagihan. Apalagi akses ke sana kemari yang terbilang cukup mudah
dan murah dengan menggunakan kereta api. Aku sangat menyukai suasana stasiun,
suara peluit yang dibunyikan petugas saat kereta akan segera berangkat, suara
saat petugas menginformasikan sesuatu, suasana saat menunggu kereta, dan
suasana di dalam gerbong kereta yang membuatku nyaman dan tidak pusing. Dan aku
menobatkan kereta api sebagai kendaraan favoritku untuk pulang-pergi.
Dan di hari ini, di hari kemerdekaan
negeriku tercinta, PT. KAI memberikan sebuah promo yang sangat menggiurkan.
Promo Merdeka namanya. Sebuah promo yang menggratiskan tiket untuk KA. Lokal
(jarak dekat). Walau waktu pemesanan dan keberangkatannya cukup singkat, yaitu
jam 8 pagi hingga 5 sore tapi tetap menggiurkan. Dan sejak mengetahui promo
tersebut, aku memutuskan harus ke Solo di tanggal 17. Alhamdulillah, rencanaku
pun terwujud. Berbekal uang seadanya, sebotol air putih, alat salat, dan novel
aku pun siap pergi ke Solo. Hal yang kutekan agar uangku cukup untuk pulang-pergi
adalah uang transportasi. Ya, aku memutuskan untuk berjalan kaki. Aku menamakan
ini “Gerakan Jalan Kaki Memperingati Hari Kemerdekaan, Memerdekakan Diriku.
Pesertanya tentu saja hanya aku seorang. Sekitar jam 6 lebih 15 aku mulai
melakukan gerakan ini. Dimulai dari kosku, jalan Colombo, jalan Prof. Dr.
Yohanes, jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo, dan tentu saja finish di Stasiun Lempuyangan. Kalau di Google Maps, jarak kosku menuju stasiun yaitu 2,9 km dan memakan
waktu tempuh 35 menit. Namun setelah kuhitung, sepertinya lebih dari 35 menit. Mungkin
karena langkah kakiku yang pendek.
Sesampainya di stasiun, aku langsung
bergegas masuk ke antrean loket 1. Hanya beberapa menit untuk mendapatkan tiket
Prameks gratis itu. Lalu aku mencari tempat duduk yang kosong karena
keberangkatan masih 2 jam lagi, 09.16. Sejak dari Stasiun Lempuyangan hingga
kembali lagi ke Stasiun Lempuyangan aku menemukan beberapa orang unik yang
mengajakku bicara.
Orang pertama seorang wanita yang
sepertinya seumuran dengan ibuku yang ‘main’ sendirian ke Solo dan Kutoarjo
karena mendengar adanya tiket Prameks gratis. Saat aku sedang asik mengabadikan
tiket gratis, tiba-tiba seorang ibu menegurku, dan menanyakan perihal tiket Prameks
gratis. Seketika wajahnya riang bukan kepalang saat ku iyakan dan kujelaskan
cara mendapatkan tiket Prameks gratis. Ibu itu pun masuk ke dalam antrean yang
mengular. Senyum terus merekah dari wajah sang ibu. Setelah mendapatkan tiket
Prameks gratis, ibu itu kembali ke tempat duduknya, di samping kananku. Sambil menunggu
kereta datang, kami pun mengobrol banyak hal, mulai dari menanyakan asalku dan
studi yang sedang kutempuh hingga cerita beliau yang menjalani puasa dan Idul
Fitri di Lampung. Begitu kereta datang, kami pun bergegas masuk ke dalam
gerbong. Namun kami harus terpisah karena beliau telah terlebih dahulu
mendapatkan tempat duduk, sementara aku harus mencari tempat duduk kosong di
gerbong lain.
Dua gerbong dari gerbongku tadi aku
melihat sebuah tempat duduk yang masih kosong. Di sebelah pria paruh baya yang
tentu saja lebih tua dari ayahku. Orang kedua yang kutemui hari ini. Kami pun
mengobrol banyak hal, lebih tepatnya beliau yang melempar pertanyaan mengenai
kehidupan pendidikanku dan bercerita mengenai tempat kerjanya dulu. Beliau juga
berpesan kalau ingin kerja lebih baik yang pekerjaannya menggunakan tangan
(menulis) dan pikiran, bukan tenaga. Aku tidak begitu paham apa yang dimaksud
beliau. Menurutku semua pekerjaan membutuhkan tenaga. Menjelang pemberhentian
terakhir kereta Prameks di Stasiun Solo Balapan, beliau pun meninggalkan tempat
duduknya dan berjalan ke gerbong lain untuk mencari keluarganya yang terpisah. Begitu
sampai di Stasiun Solo Balapan aku kembali bertemu dengan orang pertama. Namun,
lagi-lagi kami harus terpisah karena beda tujuan.
Aku pun memulai petualangan setengah
hariku di Solo. Rona bahagia terpancar dari wajahku. Aku tersenyum senang bisa
sampai di Solo dengan selamat walau tanpa seorang teman yang menemani. Aku pun tidak
bisa menyembunyikan perasaan senang sekaligus ketidakpercayaanku. Dimulai dari
stasiun, aku pun menyusuri jalan Gadjah Mada menuju Monumen Pers yang terletak
di ujung jalan Gadjah Mada. Namun, nahas, Monumen Pers tidak buka karena hari
libur. Sedikit kecewa, tapi tak apalah. Aku pun bingung hendak ke mana. Lalu aku
bertemu seorang perempuan yang sedang sibuk mencatat lowongan pekerjaan dari
lembaran koran yang terpampang di lemari kaca depan Monumen Pers. Iseng-iseng
kutanya mengenai Solo Trans. Dan obrolan kami pun dimulai hingga membawaku ke
Taman Sriwedari karena hanya itu objek wisata yang terlintas di otakku. Dengan senang
hati beliau mengantarku ke sana. Menyusuri jalan Gadjah Mada, mengambil jalan
pintas melewati jalan Ronggowarsito, hingga akhirnya menembus jalan Slamet
Riyadi. Sepanjang jalan beliau tidak berhenti bercerita mengenai kehidupan
pribadinya, perjuangan hidupnya, hingga pandangan beliau tentang kota Jogja dan
kota Solo. Sampai di Taman Sriwedari obrolan tetap berlanjut, beliau
menceritakan berbagai hal mengenai kota Solo yang membuatku bertanya-tanya
sendiri mengenai kebenarannya. Aku merasa kagum dengan perjuangan hidupnya yang
tidak kenal lelah, dengan keberaniannya, tetapi ada beberapa sisi yang
membuatku merasa tidak nyaman dengan beliau. Aku sedikit merasa takut. Akhirnya
kami pun berpisah di sebuah gang menuju Solo Grand Mall karena aku memutuskan untuk berjalan sendiri. Awalnya
beliau merasa khawatir karena aku belum kenal dengan daerah Solo. Namun, aku
meyakinkan kepada beliau kalau aku sudah tahu jalan menuju Stasiun Purwosari
dari Google Maps. Aku langsung masuk
ke dalam Solo Grand Mall, menaiki
eskalator dari lantai G, lantai 1, lantai 2, lantai 3, lantai 4, dan menaiki lift menuju lantai 4a. Bergegas menuju
musala. Selesainya salat aku kembali menuruni eskalator menuju lantai dasar,
mencari makanan. Tiba-tiba mataku berhenti di sebuah (semacam) café atau foodcourt yang menyediakan berbagai
makanan berat, dessert, burger, otak-otak siap goreng, dan
berbagai jenis roti. Kucermati menu makanan yang terpampang di sana, dan mataku
langsung berhenti di Soto Semarang. Makanan paling murah di menu itu. Harga gawa rupa, pepatah itu memang
benar adanya. Aku cukup kaget saat sebuah mangkuk kecil berisikan soto mendarat
di mejaku. Porsi yang mini. Namun, aku merasa tidak begitu kecewa dengan porsi
mini itu karena kuah sotonya yang sungguh enak dan segar. Sebelum meninggalkan
tempat itu, aku kembali ke deretan roti, memilih-milih roti yang berharga murah
namun berukuran cukup besar. Dan pilihanku jatuh pada French Bread, sepotong baguette
yang berukuran panjang, cocok untuk memukul orang. Aku tidak tahu sama
sekali tentang roti itu, apalagi menerka bagaimana rasanya.
Setelah meninggalkan Solo Grand Mall aku kembali menyusuri jalan
Slamet Riyadi. Rasanya cukup senang bisa berjalan di sepanjang jalan ini karena
disediakan city walk yang berukuran
cukup lebar. Pun banyak pedagang yang berjalan di sekitar situ. Di manapun
kotanya, toko buku menjadi tempat favoritku, tidak terkecuali bagiku. Aku singgah
sebentar ke Togamas, membeli pembatas kertas binder sekaligus menumpang men-charge ponselku. Sekitar jam setengah 2
lebih aku tiba di Stasiun Purwosari dan langsung masuk ke antrean yang mengular
hingga ujung ruang tunggu. Begitu tiba giliranku di loket, ternyata tiket
Prameks gratis telah habis, terpaksa aku membeli tiket Prameks jam 5 lebih 7
menit dengan harga Rp8.000. Sekitar jam 6 kereta Prameks sampai di Lempuyangan.
Aku langsung mencari toilet, mengambil wudhu dan bergegas salat. Namun,
ternyata musala penuh, terpaksa aku harus menunggu. Dan tiba-tiba saja seorang
perempuan yang sepertinya lebih muda dariku meminta bantuan padaku untuk
membeli ponselnya karena dia belum mendapat uang kiriman. Rasanya ingin
kubantu, tetapi dompetku tipis sekali, hanya ada beberapa lembar uang yang
harus kugunakan sebaik mungkin hingga aku sendiri mendapat kiriman. Perempuan itulah
orang unik terakhir yang kutemui hari ini. Namun, ada beberapa gerombolan orang
unik yang tidak mengajakku bicara, yaitu segerombolan muda-mudi yang mengenakan
kaos bertuliskan ‘My Trip My Adventure’.
Dan tentu saja segerombolan muda-mudi yang sepertinya baru saja dari gunung,
terlihat jelas dari penampilan mereka yang kotor oleh tanah dan pasir, dan tas carier yang mereka gendong. Seketika ada
perasaan kangen yang menyeruak saat melihat mereka. Rasanya aku ingin kembali naik
gunung. Aku tidak ingin hanya mendaki Merbabu. Ah, kangen sekali mendaki
bersama mereka, rasanya ingin kuulang kembali.
Sesampainya di pintu keluar stasiun,
aku harus kembali melanjutkan perjalanan pulang ke kos. Tentu saja dengan
berjalan kaki. Walau lelah, tapi rasanya menyenangkan karena banyak orang unik
yang kutemui hari ini. Banyak pelajaran yang kudapatkan dari mereka. Ya,
mumpung masih tanggal 17, aku ingin sekali lagi mengucapkan ‘Dirgahayu
Indonesiaku. Merdeka!’.
No comments: