Sebuah Jargon: Langgeng Bungah Susah!
Aku tidak begitu suka saat diriku menjadi diriku yang teramat
introvert, canggung untuk menceritakan suatu hal, menyimpannya, dan seketika
menangis tanpa ada stimulus langsung. Akumulasi permasalahan yang kusupres itulah
yang terkadang membuatku tiba-tiba menjadi sedih. Hidup di perantauan berat
sekali Bung! Terlebih jika sebagian besar kehidupan kita bergantung pada
beasiswa. Beasiswa yang tidak kunjung turun. Membuatku semakin gelisah karena
banyak pengeluaran, tetapi beasiswa tidak jelas kapan akan turun. Mencoba
mengerti, tapi aku pun ingin dimengerti. Terkadang malu sendiri jika harus
terus menerus minta orangtua. Tapi di sisi lain, saat ingin kerja paruh waktu
tapi terkendala alasan klasik, tidak ada kendaraan. Kalau sedang seperti ini
rasanya pikiran “salah sendiri kuliah di perantauan” terus menerus
terngiang dan memperparah kesedihanku.
Namun, kuteringat sebuah jargon dari Sekolah Kawruh Jiwa Ki
Ageng Suryamentaram, yang pada awal September kemarin aku berkesempatan menjadi
panitia. Langgeng bungah susah. Kalau
diartikan secara harfiah jargon itu memiliki arti kebahagiaan dan kesedihan
yang abadi. Namun jika diartikan secara lebih mendalam, jargon itu memiliki
arti bahwa dalam hidup ini, kesedihan dan kebahagiaan berjalan beriringan dan
bergantian, dan berlangsung selama kamu masih hidup di dunia ini. Kesedihan dan
kebahagiaan itu akan selalu ada, kekal, dan abadi.
Dalam materi Mulur mungkret, ada
sebuah kalimat yang begitu menyentuhku. Yen lagi seneng banget aja kebangeten, elingo yen mengko bakal
susah. Kosok baline yen lagi susah, aja nemen-nemen, elingo yen sawijing wektu
bakal seneng. Jika
di-Bahasa Indonesia-kan memiliki arti, “kalau lagi gembira, janganlah
keterlaluan. Ingatlah bahwa suatu ketika nanti bakal sedih, sebaliknya bila
kita lagi sedih, janganlah keterlaluan karena suatu ketika nanti bakal
gembira/bahagia”. Dari strategi coping mulur mungkret itu
kita diajarkan untuk tidak terlarut dalam kesedihan, atau bahkan terlarut dalam
kesenangan. Hal itu senada dengan puisi Kahlil Gibran yang berjudul Kebahagiaan
dan Penderitaan. “Bahagia dan derita, keduanya tak dapat dipisahkan. Bersamaan
mereka datang. Dan ketika yang satu duduk sendiri bersamamu, ingatlah bahwa
yang satunya lagi tertidur di ranjangmu.”
Strategi coping mulur mungkret dan puisi Kahlil Gibran
sungguh menjadi pukulan telak bagiku. Namun, aku memang harus menyadari kalau
tidak semua manusia selalu mengalami kebahagiaan atau selalu mengalami
kesedihan. Semua manusia pasti pernah mengalami keduanya, tergantung mana yang
lebih sering dirasakan. Asal kita tidak terlalu terlarut dalam keduanya. Karena
sebenarnya menurutku bahagia dan sedih itu kita yang memutuskan. Kalau sedang
sedih ingat untuk segera bangkit dan tersenyum. Kalau sedang bahagia, mungkin
kita bisa berbagi kebahagiaan itu bersama orang lain.
No comments: