Story Blog Tour: Revan Rivantyo
Pukul
15.15 aku bergegas ke basement kantor
untuk mengambil motor matic biruku. Aku memacu motorku dengan kencang, dan
terus menambah kecepatan saat jalanan terlihat lengang. Beberapa kali kulirik
jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kiriku, lima menit tepat jam 4
sore. Aku tidak ingin narasumberku kecewa karena aku terlambat datang. Apalagi
narasumberku kali ini Revan. REVAN, mantan suamiku. Penulis novel best seller, sosok lelaki yang sangat
disiplin waktu, maka tidak heran kalau dia tidak suka menunggu. Apalagi menungguku.
***
“Tunggu.”
Aku mencoba menahan langkah Revan saat kulihat dia akan bangkit dari tempat
duduknya. Dia menatapku bingung, mengamatiku dari ujung kepala hingga ujung
kaki. Jantungku berdebar melihat tatapan matanya yang begitu tajam.
“Maaf
saya terlambat,” kataku sembari mengatur napasku yang tidak beraturan setelah
beradu di jalanan.
“Maaf?”
raut wajahnya tampak begitu bingung. Aku mengerutkan keningku, seorang penulis best seller tidak tahu
definisi maaf?
Aku
segera mengeluarkan kartu persku, A. DINIANTY. Raut wajah Revan kembali
bingung, terlihat jelas dia mencurigai namaku yang terlihat sama dengan nama
mantan istrinya. Tentu saja sama, karena aku mantan istrinya. Sedetik kemudian
raut wajahnya berubah, begitu arogan.
“Maaf,
Anda terlambat dan saya harus pulang.” Revan lalu berlalu meninggalkanku. Aku tertegun,
semua perasaanku padanya, marah, kecewa, merasa bersalah tapi juga rindu seakan
tengah diaduk. Setengah berlari aku mencoba menghampiri dan menahan langkahnya.
Kutarik
kerah bajunya hingga membuatnya tersedak. Kebiasaan itu kembali kulakukan
setelah bertahun-tahun tidak pernah kulakukan. Tepatnya saat aku menjadi istri
Revan, dua tahun yang lalu.
“Kamu
makin sombong, ya?” kutatap matanya yang tajam setelah kulepas maskerku.
“DIBA!!”
Seluruh
pengunjung Coffee Café menatap ke arah kami, teriakan Revan dan perilakuku yang
cukup brutal menarik perhatian seluruh pengunjung. Kini raut wajah Revan
terlihat sangat kaget saat melihatku. Dua tahun setelah perceraian itu, kami
sama sekali tidak pernah bertemu. Aku pun sengaja mengubah namaku saat ingin
mengajak Revan untuk wawancara. Kalau tidak begitu, Revan tidak mungkin mau
menemuiku. Dan Rena pasti akan terus mengomeliku yang dinilai tidak becus.
Perlahan
aku mulai melepas tanganku dari kerah bajunya. “Revan, jangan pulang dulu. Kumohon.”
Tanpa banyak bicara Revan kembali duduk di kursinya yang berada di ujung café, di samping jendela. Posisi duduk yang menjadi favorit Revan. Aku tercengang, ternyata sekarang begitu mudahnya meluluhkan hatinya?
“Jadi
sekarang kamu jadi seorang wartawan Dib?”
Aku
mengangguk.
“Langsung
ke topik pembicaraan aja deh ya, kasian kamu juga udah nunggu lama,” sindirku.
“Baiklah.”
Revan tersenyum menyeringai.
Dua
tahun lalu, semenjak perceraian itu, aku memutuskan untuk menjadi wartawan,
seperti impianku dulu. Dari situlah aku tahu kalau ada penulis novel baru yang
menggebrak dunia sastra dan kepenulisan. Debut novelnya langsung menjadi best seller, laris terjual di mana-mana.
Namanya menjadi pembicaraan di kalangan penikmat dan kritikus novel. Berbagai media
pun berlomba memberitakannya. Revan Rivantyo, mantan suamiku, penulis best seller yang kini sedang
kuwawancarai. Semoga dia tidak tahu kalau
saat ini jantungku begitu berdebar.
***
Hallo, akhirnya Story Blog Tour dari OWOP satu kembali lagi. Saya Apriastiana Dian Fikroti, kali ini mendapatkan kesempatan ketiga menceritakan kisah ini. Biar ceritanya nyambung, kamu harus baca episode sebelumnya, ya. So, stay tune!
Episode 1: Ketika Adiba Kembali - Tutut Laraswati
Episode 2: Penarik Kerah Baju - Rifdatun Nafi'ah
Episode 3: Revan Rivantyo - Apriastiana Dian Fikroti
Episode 2: Penarik Kerah Baju - Rifdatun Nafi'ah
Episode 3: Revan Rivantyo - Apriastiana Dian Fikroti
Episode 4: Helmi Yani (coming soon)
Menarik juga nih cara bertuturnya, seru
ReplyDeleteWah, makasih :D makasih juga udah mau mampir :D
Delete