#2 What They Think About Me
Setiap kali aku bergabung di suatu organisasi atau komunitas, aku mengatakan kalau aku introvert dan pendiam. Sebab memang itu adanya. Dan aku selalu tersugesti dengan pemikiran itu. Namun, seiring berjalannya waktu, karena aku sebagai penanggung jawab, maka membuatku terpaksa memimpin rapat. Dan di waktu yang lain, di suatu forum semacam liqo, aku belajar untuk menjadi seseorang yang harus banyak bicara. Walau pada prakteknya, aku begitu gelagapan saat bicara dalam forum. Seakan aku tidak tahu harus bicara apa lagi.
Dan sugesti “introvert dan pendiam” membuatku terasa berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Orang yang hanya sekali, jarang sekali, atau tidak pernah berinteraksi denganku pasti akan menerima sugesti yang seperti itu. Terlebih jika aku merasa tidak nyaman dengan mereka. Entah faktor mereka sendiri atau faktor diriku yang merasa inferior saat mengobrol dengan mereka. Apalagi saat baru pertama kali bertemu, walaupun sebelumnya pernah atau sering berinteraksi denganku di dunia maya.
“Ternyata kamu emang beda banget ya di dunia maya sama di dunia nyata. Keliatan banget introvert-nya.” Sehingga terkadang aku merasa takut menghadiri suatu kopi darat komunitas.
Namun, jika aku merasa nyaman dengan orang tersebut, entah karena faktor dia yang memang supel, ekstrovert, dan cerewet atau karena faktor diriku yang merasa memiliki kesamaan dengannya, aku akan terlihat “cerewet sekali.” Aku akan bicara lebih banyak tanpa disuruh, bahkan kadang akan terus bicara jika tidak dihentikan. Sampai seseorang pernah mengatakan, “Kamu tuh sebenernya cerewet.” Atau “asik juga ngobrol sama kamu.”
Ya, sebagian besar orang pasti akan berpendapat seperti itu tentangku. Selain itu, banyak orang juga yang mengatakan bahwa aku sering menyusahkan diri sendiri, memendam apa-apa sendiri, tidak enakan, terlalu mengambil banyak kegiatan tanpa tahu kapasitas diriku sendiri. Dan ya, begitulah aku.
Pendapat lain tentangku yang masih kuingat yaitu di tengah ujian sekolah SMA, guruku yang dapat membaca karakter seseorang dari tanda tangan, tiba-tiba mengambil daftar presensi. Mengamati satu per satu tanda tangan, hingga akhirnya tanda tanganku yang dikomentari.
“Kamu sering memendam apa-apa sendiri ya mbak? Sering menyakiti diri sendiri karena tidak pernah cerita ke orang lain?”
Saat itu aku merasa jleb. Kok tahu Pak? gumamku dalam hati.
***
Yogyakarta, 2 November 2016
No comments: