Kataomoi
Jalan ini begitu berliku. Aku tidak tahu ke mana harus kumenuju. Namun, aku tetap melangkah, larut dalam arusnya. Hingga akhirnya jalan ini mencapai ujungnya. Jalan buntu. Aku terpaku di ujung jalan ini. Menatapnya lamat. Hingga pikiranku pun melayang. Jauh. Jauh sekali. Melayang tentangmu.
Tiba-tiba wajahmu tertera di tembok jalan buntu ini. Aku tersenyum riang. Sementara kamu hanya tersenyum datar. Aku mengocehkan banyak hal. Sementara kamu hanya diam membisu. Membuatku ikut membisu. Namun, tiba-tiba kamu bersuara. Mengocehkan banyak hal. Tentang pekerjaaanmu, tentang mimpimu, tentang keluargamu, tentang hobimu. Hingga tentang perempuan yang kamu suka. Entah mengapa ada yang sesak pada saat kamu bercerita tentang perempuan itu. Bukan karena asam lambungku yang tiba-tiba meninggi, melainkan karenamu. Entah mengapa hatiku merasa sesak mendengar ceritamu. Aku mendengarnya dengan hikmat, tetapi hatiku sesak. Aku tersenyum simpul, tetapi hatiku tersenyum kecut.
Jalan ini buntu. Perasaanku mungkin juga begitu. Buntu. Hingga aku sadar kalau aku tidak dapat melangkah maju. Kepadamu. Hingga aku sadar kalau aku hanya dapat terpaku di sini. Larut dalam kebuntuan. Hingga aku sadar mungkin seharusnya aku berputar arah. Melangkah mundur. Darimu.
No comments: