Tentang Perayaan di Hari Rabu

Hidup ini memang penuh kejutan. Tidak pernah disangka dan tidak pernah diduga. Termasuk tiga peristiwa akademisku yang terjadi di semester-semester akhir. Kebetulan atau tidak, tiga peristiwa itu terjadi di hari Rabu. Dan puncak peristiwanya terjadi di tanggal 22 November kemarin, yaitu wisuda. Pastilah semua mahasiswa menantikan hari wisuda itu datang. Hari ketika mengenakan toga, mengenakan samir fakultas, lencana alumni, samir cumlaude, serta berlomba-lomba mengenakan pakaian terbaik yang dimiliki.

Bagiku pribadi, wisuda merupakan sebuah perayaan atas perjuangan "menaklukkan" skripsi. Perayaan atas berhasilnya menaklukkan ketakutan, rasa pesimis, serta kecemasan yang seringkali dialami. Sebab masa-masa pengerjaan skripsi merupakan masa yang paling membuat suasana hati naik turun. Masa yang paling membuat kondisi fisik dan psikis tidak menentu. Terkadang baik, terkadang kurang baik, terkadang sangat buruk. 

Bagiku pribadi, wisuda bukan sekadar perayaan. Namun, pembuktian bahwa ambisi yang tidak sejalan dengan usaha itu tidak akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Sekaligus pembuktian bahwa realita tidak selalu berjalan mulus seperti yang diekspektasikan. Terkadang harus mengalami perjalanan yang panjang. Lagi-lagi membuat suasana hati tidak menentu. Terkadang rasanya begitu negatif. Ingin berteriak, ingin marah, ingin menangis ketika menemukan kerikil-kerikil yang banyak dalam perjalanan yang dilalui. Sebaliknya, terkadang rasanya begitu positif ketika semuanya berjalan mulus seperti yang diharapkan.

Dan, bagiku pribadi, wisuda merupakan sebuah pembuktian dari-Nya, bahwa semua akan indah pada waktunya. Bahwa semua orang memiliki waktu dan jalan terbaik-Nya. Sebab Dia sangat mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Termasuk alasan mengapa Dia memilihkan Psikologi untukku, bukan Akuntansi. Sebab agar aku lebih mengenal dan memahami setiap orang, diriku, dan penciptaku. Jadi, nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?