Cerita Satu Tahun di FLP Yogyakarta
PDKT+Empatik 1, Desember 2016 |
Hari ke #19
Aku pernah beberapa kali menuliskan tentang FLP Yogyakarta, yaitu ketika PDKT+Empatik 1 dan Jaulah Sastra. Serta tentang sebagian orang FLP Yogyakarta yang tergabung ke dalam klub Pejuang Jumat. Namun, izinkan aku untuk kembali menuliskan tentang FLP Yogyakarta. Mungkin ada hal baru yang belum pernah kutuliskan.
Aku pernah beberapa kali menuliskan tentang FLP Yogyakarta, yaitu ketika PDKT+Empatik 1 dan Jaulah Sastra. Serta tentang sebagian orang FLP Yogyakarta yang tergabung ke dalam klub Pejuang Jumat. Namun, izinkan aku untuk kembali menuliskan tentang FLP Yogyakarta. Mungkin ada hal baru yang belum pernah kutuliskan.
Dibanding teman-temanku yang lain, mungkin aku terbilang "telat" mengenal Forum Lingkar Pena a.k.a. FLP ini. Sebab aku baru mengenal FLP ketika sudah memasuki tahun kedua kuliah (2014) di Yogyakarta. Itu pun berawal karena aku mengenal seorang teman sekomunitas menulis yang bergabung di FLP Purwokerto. Bahkan selama menjalani masa bayi, kanak-kanak, dan remaja, aku belum pernah mendengar gaung keberadaan FLP di daerahku tersebut. Padahal ketika SMP aku rajin membaca Lupus, yang salah satu penulisnya ternyata berasal dari FLP, yaitu Boim Lebon. Namun, baru Agustus 2016 aku mendaftarkan diri menjadi anggota FLP Yogyakarta Angkatan 17 setelah mengetahui adanya informasi open recruitment.
Banyak proses yang harus dijalani ketika menjadi anggota baru. Mulai dari mengikuti seleksi tahap awal, kelas kepenulisan selama sepuluh kali pertemuan, PDKT+Empatik 1, magang di divisi yang dipilih, dan sebagainya. Sebuah proses panjang yang menempaku dalam dunia kepenulisan. Seperti halnya organisasi lainnya yang pernah kuikuti, di FLP Yogyakarta ini aku bertemu banyak orang keren. Orang-orang hebat yang terlibat di dunia kepenulisan, yang secara spesifik bergerak di dakwah kepenulisan. Orang-orang yang begitu concern terhadap dunia literasi. Dan orang-orang keren yang tidak segan untuk membagikan ilmunya kepada fakir ilmu.
Meski baru bergabung selama satu tahun di FLP Yogyakarta, aku merasakan adanya perubahan positif di dalam diriku. Dalam hal menulis, aku merasakan kemampuan menulisku--terutama menulis fiksi--terus terasah. Terlebih ketika klub, setiap pekannya aku dan teman-temanku diwajibkan untuk membuat karya. Setelah itu, karya-karya tersebut dikomentari oleh anggota klub lainnya. Sesi klub akan "lebih serius" ketika kami mengikuti perlombaan menulis. Biasanya akan ada satu hari di luar jadwal klub yang mengharuskan adanya pertemuan. Dan harus siap sedia menerima komentar-komentar pedas dan tentunya membangun ketika karyaku dibedah. Meski masa klub berakhir di bulan Juni, tetapi aku dan anak-anak Pejuang Jumat tetap mengusahakan diri untuk terus bertemu dan "membedah karya".
Seperti halnya ketika pertengahan November kemarin, kami bertemu untuk saling membedah cerita pendek yang dibuat. Aku seperti merasakan kembali atmosfer ketika klub dulu. Di pertemuan itu juga, "bapaknya" Pejuang Jumat menghadirkan guest star, yang ternyata anggota FLP Yogyakarta angkatan sekian. Seorang senior yang hebat dari segi karyanya dan tidak segan untuk berbagi ilmu kepada kami. Pun banyak petuah-petuah terkait menulis yang beliau sampaikan kepada kami. Salah satu yang paling membekas adalah, "yang patut dihargai dari diri kalian adalah keberanian kalian dalam berkarya." Sebuah petuah yang sekilas "terdengar" klise tapi sangat mengena. Sebab banyak orang yang merasa malu atau tidak berani untuk mempublikasikan karya yang mereka buat. Dampaknya, mereka tidak dapat menghargai karya mereka sendiri. Padahal ketika membuat sebuah karya itulah yang merupakan sebenar-benarnya keberanian.
Selain dalam hal menulis, aku merasa kemampuan berbicara di forum dan desainku tergali setelah bergabung di FLP Yogyakarta. Aku yang biasanya hanya mendengar ketika di sebuah forum, tetapi tiba-tiba gatal untuk tidak bertanya ketika Jaulah Sastra ke FLP Solo. Aku yang biasanya hanya menjadi pendengar, tiba-tiba "dipaksa" berbicara di depan orang banyak ketika Empatik 2--meski terbata-bata dalam berkata. Aku yang biasanya menerima ilmu dari orang lain, tiba-tiba menjadi tentor menulis bagi empat anak SMC Intermediate-ku. Dan sebuah keadaan memaksaku untuk membuat desain poster. Dari sebuah keterpaksaan itu juga aku merasa tertarik dengan dunia desain dan ingin banyak belajar tentang desain.
Setiap orang akan memiliki ceritanya masing-masing meski berada di satu tempat yang sama. Setiap tempat memberikan pelajaran yang tidak pernah diduga, pun jauh melebih ekspektasi. Seringkali kita berekspektasi lebih ketika mengikuti sebuah organisasi, berharap ini itu, dan banyak lainnya. Sebuah ekspektasi yang tidak pernah dibarengi dengan kesiapan untuk menerima kekecewaan. Berharap ke manusia memang seringnya berujung ke kekecewaan. Apalagi berekspektasi lebih ke organisasi, ke sekumpulan orang. Nantinya akan makin berlipat kekecewaan yang didapat. Semua yang kuceritakan di atas merupakan hal-hal yang tidak pernah kuduga ketika memutuskan untuk mendaftar menjadi anggota FLP Yogyakarta. Mungkin, jika dari awal aku berekspektasi lebih di sini, yang kudapat hanyalah kekecewaan dan ketidakbersyukuran karena aku tidak mendapat yang kumau. Namun, jangan segan untuk bergabung di FLP Yogyakarta. Meski baru belajar menulis, meski baru tertarik dengan dunia menulis. Jangan minder dan jangan takut, karena di sini kita akan belajar bersama-sama. Meski mungkin nantinya pelajaran yang kita dapat berbeda. Mumpung baru dibuka pendaftaran untuk angkatan 18, segeralah cek web dan media sosialnya FLP Yogyakarta. Mari kita berproses bersama :)
No comments: