Sebuah Notula: Tahapan-tahapan
Hari ke #71
Selayaknya langit Senin sore kemarin yang menampakkan beragam warnanya, begitupun dengan cinta. Beragam warnanya, beragam rasanya. Tidak habis-habisnya ketika membicarakan tentang cinta. Sebab, cinta merupakan fitrahnya manusia. Jadi, wajar sekali jika seorang manusia memiliki rasa cinta kepada lawan jenisnya. Tinggal kembali ke masing-masing orang untuk mengelola rasa cinta itu. Pun setiap yang mencinta pasti berharap orang yang dicinta akan menjadi teman hidupnya. Bersama dengan orang yang dicinta untuk menjalani kehidupan rumah tangga. Berbagai macam cara dilakukan sepasang manusia hingga akhirnya berlabuh ke kursi pelaminan. Salah satu caranya dengan taaruf.
Secara harfiah, taaruf memiliki arti perkenalan. Sebelum itu, biasanya ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menuju proses taaruf. Seperti sang laki-laki dan perempuan mengajukan proposal taaruf dan pada akhirnya sang laki-laki memilih satu perempuan yang ingin di-taaruf-i tersebut. Atau bisa juga sang laki-laki langsung mendatangi rumah sang perempuan. Namun, yang pasti harus ada perantara ketika akan bertaaruf. Entah murobbi atau keluarga, yang pasti perantara tersebut harus yang sudah menikah.
Saat kajian PPPA Darul Quran Senin sore kemarin, sang ustadz mengatakan bahwa dalam taaruf kita boleh menanyakan banyak hal ke sang calon. Namun, tidak semua hal yang boleh ditanyakan, seperti masa lalu. Mungkin kita penasaran dengan masa lalu calon pasangan kita, tetapi sebaiknya kita tidak perlu mengoreknya ketika taaruf. Sebab bisa jadi sang calon memiliki masa lalu yang kelam dan sekarang sudah bertaubat. Dan ketika seseorang sudah bertaubat, Allah akan menutupi aibnya.
Ada beberapa hal yang boleh ditanyakan ketika taaruf. Pertama, kenali pekerjaannya. Ini merupakan hal yang penting mengingat kondisi ekonomi dapat memengaruhi keharmonisan rumah tangga. Bagi perempuan, sebaiknya memilih laki-laki yang tetap bekerja dan tetap berpenghasilan. Sebab itu menunjukkan bahwa laki-laki tersebut memang orang yang selalu berusaha. Kedua, kenali kondisi kesehatan. Hal ini juga penting ditanyakan agar ketika menikah nanti kita bisa tahu pantangan-pantangan apa saja yang tidak boleh dilakukan pasangan agar sakitnya tidak kambuh. Ketiga, kenali kondisi reproduksinya. Dalam taaruf boleh ditanyakan terkait hal ini, seperti menanyakan calon pasangan memiliki kelainan atau tidak. Hal ini pun penting ditanyakan sejak taaruf agar tidak menimbulkan perpecahan.
Keempat, kenali tentang keluarganya. Bagaimana kondisi orang tuanya, kakaknya, adiknya. Pun tanyakan tentang pekerjaan orang tuanya, kakaknya, adiknya. Sebab, agar pihak laki-laki mengetahui kejelasan nasab calonnya. Kelima, kenali agamanya. Ini juga penting. Sebab terkadang ada yang mensyaratkan harus satu fikroh tertentu, harus satu ustadz yang sama. Padahal tidak harus yang satu fikroh, selama masih berpegang pada Alquran dan hadits. Kedewasaan dalam memahami ikhtilaf beragama itu harus dimunculkan.
"Laki-laki yang mulia adalah yang bisa memuliakan wanita."
Saat taaruf, jika sudah mantap pada laki-laki yang menaarufi kita, kita tetap harus meminta pendapat Allah. Selain berdoa dan beribadah wajib, sebaiknya juga melakukan salat istikharah. Menurut sang ustadz, agar lebih memantapkan jawaban, kita harus melakukan istikharah minimal 7 hari. Setelah beristikharah, Allah akan memberikan jawaban melalui tiga cara. Pertama, berupa mimpi. Namun, untuk menafsirkannya, kita perlu menanyakannya kepada ustadz/ustadzah. Jangan asal menafsirkan sendiri. Kedua, berupa kemantapan hati. Kita merasa sudah mantap dengan orang yang menaarufi kita. Dan yang ketiga, Allah akan menampilkan kebaikan dan keburukan orang yang di-istikharah-i. Jika orang sedang taaruf dengan kita memang jodoh kita, Allah akan menampakkan kebaikan-kebaikan yang ada dalam dirinya. Pun sebaliknya.
Setelah istikharah, lanjut ke musyawarah. Namun, pada prakteknya kedua hal tersebut dapat dilakukan secara bersamaan. Dalam musyawarah ini, kita menanyakan pendapat orang tua dan keluarga lainnya. Sebab terkadang orang tua memiliki kriteria tertentu untuk dalam diri pasangan kita yang mungkin pada kenyataannya calon kita tidak sesuai kriteria. Akan tetapi, jika orang tua meminta kita untuk menolak sang laki-laki karena alasan syar'i, kita harus menerimanya dengan ikhlas.
Setelah mendapat persetujuan ketika musyawarah, dan mendapat jawaban dari istikharah, tahapan selanjutnya yaitu khitbah atau meminang. Ketika sudah berkhitbah, tidak serta-merta mengubah status sepasang tersebut. Tidak serta-merta dapat pergi berdua atau intens berkomunikasi karena sudah berkhitbah. Tetap harus dijaga intensitas komunikasinya agar tidak berlebihan dan terlalu sering. Sebab ketika khitbah maupun taaruf, sepasang tersebut tetap belum ada ikatan.
Dalam sesi tanya jawab, ada seorang jamaah yang menanyakan perbedaan ketika kita mencintai seseorang karena Allah atau karena syahwat. Sang ustadz mengatakan bahwa jika kita mencintai karena Allah, cinta tersebut membuat kita lebih taat kepada Allah, dan terus mengingatkan kepada kebaikan. Sebaliknya, jika mencintai karena syahwat, kita akan lalai dalam beribadah. Jadi, berhati-hatilah ketika mencintai seseorang. Harus pandai-pandai mengatur hati agar terus terjaga dengan baik. Sebab hati kita memang sering terbolak-balik. Jadi, mintalah perlindungan dari Sang Maha Pembolak-balik Hati. Teruslah berzikir kepada-Nya. Sebab, ketika kita sudah terbiasa berzikir, kita akan dijaga oleh Allah.
No comments: