Urgensi Menggunakan Ejaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Hari ke #67
Terkadang aku bertanya-tanya dalam hati, "Buat apa sih tahu ejaan bahasa indonesia (EBI) yang baik dan benar?" Kalau aku bukan orang yang suka menulis, mungkin aku akan "masa bodoh" dengan ejaan, dengan kata baku.
Beberapa hari lalu aku iseng membuat pol di Instagram tentang urgensi menggunakan Bahasa Indonesia sesuai dengan ejaan yang baik dan benar. Dari 54 orang, sekitar 44 orang memilih "ya", bahwa menggunakan Bahasa Indonesia sesuai dengan ejaan yang baik dan benar. Sementara sepuluh lainnya memilih tidak.
Selain itu, di antara 54 orang tersebut ada juga yang membalas story dan menceritakan alasan mengapa dia milih "ya" atau "tidak". Jawabannya beragam. Ada yang mengatakan penting karena lebih enak untuk dibaca. Pun ada yang mengatakan penting tetapi tergantung konteksnya. Aku pun setuju. Setelah kupikir-pikir, urgensi menggunakan Bahasa Indonesia sesuai dengan ejaan yang baik dan benar itu tergantung konteksnya. Kalau menulis untuk hal-hal formal, seperti tugas kuliah, tentu penting menggunakan Bahasa Indonesia sesuai dengan ejaan yang baik dan benar. Selain itu, ketika menulis surat, dokumen, atau hal-hal yang memang bersifat formal.
Sementara itu, ketika sedang berbincang di dunia maya (entah melalui media sosial maupun perpesanan), tentu tidak begitu penting menggunakan Bahasa Indonesia sesuai dengan ejaan yang baik dan benar. Namun, tergantung lawan bicara juga. Kalau mengirim pesan kepada dosen atau instansi, ya lebih baik Bahasa Indonesia sesuai dengan ejaan yang baik dan benar. Kalau aku pribadi, meski tidak menggunakan kata baku ketika di dunia maya, tetapi aku berusaha untuk tidak menyingkat kata yang kutulis. Selain agar lebih mudah dipahami, juga agar terbiasa untuk menulis kata-kata. Ya meski, ada satu kata yang entah kenapa memang enak untuk disingkat, yaitu gpp. Lain lagi kalau kita menulis fiksi, terkadang EBI menjadi penting sekaligus tidak penting. Sebab ketika menulis fiksi pun sebenarnya harus sesuai EBI. Lain lagi jika tulisan yang kita tulis berupa cerita pendek atau novel yang mengandung banyak percakapan. Ketika menulis narasinya memang harus sesuai EBI, tetapi ketika menulis percakapan boleh tidak sesuai EBI. Tergantung bagaimana karakter tokoh dan setting dalam cerita tersebut.
Entah karena lingkunganku yang dikelilingi orang-orang yang suka menulis, tetapi sepertinya semakin ke sini, semakin banyak yang menaruh perhatian terhadap bahasa persatuan ini. Semakin banyak yang peduli untuk menggunakan kata yang tepat, yang sesuai dengan EBI. Kalau kulihat hal ini disebabkan oleh munculnya Ivan Lanin di media sosial. Namun, yang agak mengesalkan yaitu ketika ada warganet yang bertanya kepada Beliau tentang kebenaran penulisan judul atau caption suatu berita. Sebab, hal yang lebih penting dibanding EBI yaitu substansi dari berita atau tulisan yang dibuat. Dan apakah yang kita tulis sudah dapat dipahami orang lain atau belum.
No comments: