Sebuah Notula: Hati-hati terhadap Syirik dan Riya
Hari ke #139
Dalam buku قواعدفي تزكيةالنفس halaman 10-12 Ustadz Sholihun menjelaskan tentang hal yang mengotori jiwa, yaitu syirik. كما memberikan suatu penjelasan tentang penyamaan. Kalau tauhid merupakan hal utama dalam kebersihan jiwa, maka yang berlawanan dengan tauhid itu syirik. Dalam bahasa Arab, syirik berasal dari شرك yang artinya serta atau menyertai. Jadi, kesyirikan adalah ketika beribadah kita menyertakan sesuatu selain Allah. Pengertian lain dari syirik yaitu kesamaan atau menyamakan, seperti ketika kita menyamakan makhluk dengan Allah dalam hal rububiyah, uluhiyah, dan asma wa'sifat. Jadi, seperti seseorang memuji orang lain sebagaimana dia memuji Allah. Hal itu pun terdapat dalam surat Al-Ikhlas, khususnya "وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ" bahwa tidak ada satu pun yang setara dengan Allah.
Para ulama membagi syirik menjadi dua macam, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Syirik besar yaitu ketika menjadikan makhluk sebagai sesembahan sebagaimana orang beriman menyembah Allah. Dia meyakini bahwa makhluk itulah yang memberikan rezeki, menurunkan hujan, mendatangkan manfaat, dan menghilangkan bahaya. Sebagaimana yang dilakukan orang Quraisy terhadap berhala-berhala mereka.
Sementara syirik yang berarti "serta" memiliki pengertian ketika kita melakukan suatu kebaikan, selain diniatkan karena Allah juga diniatkan karena selain Allah. Dengan demikian dikenal syirik niat, syirik rububiyah, syirik uluhiyah, syirik asma wa'sifat, syirik wal iradah. Ketika seseorang meninggalkan amal karena manusia maka itu adalah riya. Maksud dari "meninggalkan amal karena manusia" itu ketika kita takut dianggap sok alim, sok saleh, sok-sokan sebagai bentuk ejekan. Agar tidak mendapat ejekan yang seperti itu, dia memilih untuk meninggalkan amal, itu disebut riya. Sementara orang yang melakukan amal karena manusia itu adalah syirik. Dan ikhlas adalah apa yang diselamatkan oleh Allah dari keduanya. Maksudnya ketika kita beramal itu tanpa memedulikan komentar atau anggapan manusia.
Ketika dalam hati seseorang timbul niat atau kehendak selain Allah di dalam amalnya, maka itu disebut dengan syirkun niat wal iradah. Rasulullah SAW pun mengkhawatirkan syirik yang seperti itu, yang samar, yang kecil. Seperti memperbagus bacaan Qurannya, memperbagus salatnya. Selain itu, syirik rububiyah berkaitan dengan urusan masa depan. Padahal kita belum tahu "masa depan" itu dimulai kapan, tetapi kita sudah merasa takut. Padahal sebelum kita lahir, bahkan sebelum bumi dan langit diciptakan, Allah sudah menuliskan takdir kita. Namun, kita sendiri yang takut akan masa depan. Tidak mengherankan jika kita belajar karena ingin masa depan yang cerah, bukan karena menjadikan belajar sebagai ibadah.
No comments: