Sebuah Notula: Sang Uswah dan Qudwah
Hari ke #151
Kamis pekan lalu, kajian kitab 10 Qowaid Fii Tazkiyatun Nafs membahas tentang kaidah keempat yaitu, اتخاذالأسوةوالقدوة (menjadikan uswah dan qudwah). Perbedaan kedua hal tersebut yaitu terletak pada bentuknya. Seperti uswah yang memiliki arti panutan yang bersifat ilmu pengetahuan dan akhlak. Sementara qudwah memiliki arti panutan yang bersifat perbuatan. Namun, keduanya sangat berat untuk dilakukan. Sehingga yang perlu kita jadikan adalah para rasul, terutama Rasulullah SAW.
Mengenai uswah dan qudwah tersebut tercantum firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21 bahwa, "Sungguh ada dalam diri Rasulullah uswatun hasanah bagi seseorang yang mengharapkan Allah, hari akhir, dan zikir kepada Allah." Menurut Ibnu Katsir, ayat tersebut merupakan pokok paling besar di dalam penjelasan tentang keteladanan Rasulullah SAW, dalam ucapannya, dalam perbuatannya, dan dalam sikap-sikapnya. Sehingga keteladanan pada diri nabi begitu totalitas. Dan ketika kita mengikuti nabi, itu merupakan bukti cinta kepada Allah. Pun kita tidak dapat melakukan tazkiyatun nafs jika tidak mengikuti sunah nabi.
Mengimani adanya rasul merupakan rukun iman yang keempat. Sebab para rasul adalah para dokter yang mengobati jiwa manusia yang kotor. Jadi yang paling tahu cara dalam membersihkan hati adalah para rasul sehingga seseorang diperintahkan mengikuti sunah nabi, sunah rasul. Pun tidak boleh menjalankan ibadah atau amalan yang tidak diajarkan oleh para rasul. Sebab ibadah yang tidak disunahkan rasul tidak akan diterima, sebaliknya justru mendapat kerugian. Seperti amalannya tidak diterima oleh Allah SWT, jika amalannya untuk tazkiyatun nafs maka tidak akan tercapai, dan mengubah atau menambah syariat. Kerugian itulah yang membuat penyakit dalam diri manusia itu semakin hari semakin kuat.
No comments: