Bisik-bisik Orang Lain
Hari ke #186
Terkadang, yang membuat seseorang tidak bisa maju atau menjadi lebih baik itu bukan murni karena ketidakmampuan dan kemampuannya. Namun, karena ucapan orang di sekitar. Berawal dari perkataan, "ah, kamu pasti gak bisa nglakuin", "dia sih mana mungkin diterima di universitas X, emang mampu?", "ih, kok jelek sih karyamu?", dan sebagainya. Perkataan sekaligus "judgement" yang tanpa sadar sering orang di sekitar kita lakukan, bahkan mungkin diri kita sendiri kepada orang lain.
Mungkin niat hati hanya mengomentari keadaan seseorang tetapi tanpa sadar kita melabeli orang tersebut dengan "ketidakmampuan"--yang mungkin proyeksi diri kita yang sebenarnya tidak mampu. Mungkin niat hati hanya bercanda, sekadar bergurau sembari terkekeh. Seolah lucu, padahal kita mungkin tidak kenal secara mendalam lawan bicara kita. Apakah dia orang yang inferior atau tidak. Apakah dia sedang dalam mood yang bagus atau sebaliknya.
Jika dia inferior, pasti akan merasa "tersinggung" ketika ada yang mengatakan demikian. Apalagi jika dia inferior dan sedang dalam mood yang tidak bagus. Perkataan orang tersebut bisa jadi akan membebani pikirannya, bahkan mungkin terinternalisasi dalam dirinya. Sebab kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya (sedang) dirasakan dan dipikirkan orang lain. Pun ketika kita berkata demikian.
Memang, sebagai lawan bicara seharusnya tidak boleh "baper, sensitif" ketika ada seseorang yang mengatakan hal yang kita anggap menyakitkan. Sebab, bisa jadi hanya persepsi kita. Namun, jika kita yang berperan sebagai "orang yang mengatakan kalimat 'menyakitkan' tersebut", kita tidak boleh men-judge dan melabeli orang lain dengan label negatif. Dibanding mengatakan hal tersebut, lebih baik kita dorong dan semangati orang lain untuk meraih impiannya, untuk melakukan hal-hal yang jarang dan bahkan baru pertama dilakukannya. Jika tidak tidak bisa, lebih baik kita diam saja, dibanding hanya ucapan negatif yang keluar dari mulut kita.
No comments: