Perempuan yang Bekerja
Dua hari lalu, ketika berkunjung dari rumah ke rumah, berkesempatan untuk mengunjungi rumah seorang kawan. Dulu sewaktu sekolah aku sering ke sana untuk main atau menonton film bersama atau sekadar meng-copy film. Namun, semenjak kami sama-sama kuliah di perantauan, aku jadi jarang ke rumahnya.
Dan dua hari lalu, ketika berkunjung ke rumahnya, aku hanya bertemu dengan sang ibu. Beliau bercerita banyak hal tentang temanku dan adik-adiknya. Pun bercerita tentang kondisi keluarganya hampir setahun belakangan ini. Aku cukup kaget mendengarnya karena sebelumnya temanku tidak pernah bercerita apapun. Beliau bercerita kalau setahun belakangan ini beliau harus membanting tulang membantu sang suami yang sedang terpuruk. Pun untuk menyambung hidup dan membiayai sekolah dan kuliah temanku dan adik-adiknya. Meski di awal sempat kebingungan karena sudah lama tidak bekerja, Beliau tidak menyerah dan akhirnya menemukan ide untuk berjualan kue. Untuk mendapatkan modalnya pun harus meminjam uang ke mana-mana. Pagi-pagi Beliau menyiapkan 500 kue untuk ditaruh di sekolah-sekolah dasar, bahkan hingga sekolah dasar dekat rumahku--yang notabene cukup jauh dari rumah Beliau.
Mendengar cerita Beliau aku merasa "kicep", speechless, dan terenyuh. Sebab perjuangan Beliau tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan Ibu selama ini. "Jadi perempuan itu harus kuat, Mbak," ujar Beliau di tengah ceritanya. Aku mengangguk, mengerti betul apa yang dimaksud Beliau. Dari cerita Beliau aku jadi teringat perkataan murabbiku kalau ketika sudah menikah, perempuan itu harus tetap bekerja, meski bukan bekerja di luar rumah. Sebab agar perempuan tidak terlalu bergantung pada seseorang--termasuk suaminya--, pun dengan bekerja tersebut sebenarnya dapat membantu suami dan kondisi rumah tangga nantinya. Dan hal-hal seperti itu memang harus dibicarakan sebelum. Sebab zaman sekarang banyak perempuan yang ingin bekerja atau melanjutkan pendidikannya setelah menikah. Bukan hanya sebagai aktualisasi dirinya, tetapi juga untuk membantu kondisi rumah tangganya. Namun, tidak semua laki-laki mengizinkan istrinya untuk bekerja di luar rumah atau melanjutkan pendidikan. Sebab seorang laki-laki akan berusaha semaksimal mungkin agar dapat memenuhi kebutuhan dia, istri, rumah tangganya sehingga sang istri tidak perlu bekerja.
Beberapa hari lalu ada seorang teman yang bertanya, "apa sih yang menjadi pertimbangan seorang perempuan menerima lamaran laki-laki?" Menurutku, selain agama, pertimbangan lainnya adalah apakah si calon suami tersebut mengizinkannya untuk bekerja atau melanjutkan pendidikan. Terlebih bagi perempuan yang tetap ingin bekerja ataumelanjutkan pendidikan setelah menikah.
No comments: