Orang-orang Pasar
Hari ke #225
Kemarin pagi mungkin kali pertamaku ke pasar sepagi itu selama tinggal di Jogja. Pun pertama kalinya ke pasar bersama "seseorang". Selalu takjub dengan orang-orang yang menjajakan dagangannya di pasar. Sebab mereka harus datang sangat pagi. Mengorbankan tidur nyenyak mereka di saat kebanyakan orang masih membenamkan dirinya di dalam selimut.
Seperti ibu dan bapak pondokanku dulu ketika KKN pun begitu. Jarang sekali kami--aku dan temana-teman satu pondokan--melihat mereka di rumah ketika sahur. Ternyata pagi-pagi sekali mereka mengirim sayuran hasil bertani mereka ke beberapa pasar di daerah Lumajang. Biasanya mereka baru kembali ke rumah sekitar jam 9 pagi. Kedua orang tuaku pun mirip-mirip mereka. Meski tidak "seekstrem" mereka yang yang pagi-pagi sekali ke pasar. Ibu biasanya bangun pagi-pagi sekali. Selain untuk salat malam, Beliau juga sibuk di dapur. Membuat adonan gorengan, lalu menggorengnya. Terkadang aku sempat mencicipi tahu brontak dan bakwan buatan Ibu yang baru saja diangkat dari wajan. Baru selepas subuh, Ibu dibantu Bapak membawa peralatan untuk berjualan. Ketika di rumah, setiap melihat itu aku jadi terenyuh. Betapa kerennya pengorbanan orang tuaku.
Di sisi lain ketakjubanku dengan orang-orang pasar, aku jadi teringat sebuah hadist yang menyebutkan bahwa pasar adalah seburuk-buruknya tempat. Sebab, di dalam pasar tidak dapat dihindari adanya penjual yang melakukan kecurangan, penipuan, riba demi meraup keuntungan yang banyak. Aku pernah mendengar juga sebuah ungkapan bahwa pasar merupakan tempat bermulanya kapitalisme. Pun, dari sisi pembeli terkadang apa yang kita beli semata mengikuti hawa nafsu, bukan yang benar-benar kita butuhkan. Namun, baik-buruknya tempat bergantung kepada individu tersebut. Tidak semua penjual melakukan hal tersebut. Tentu banyak juga penjual yang jujur dalam menjajakan barang dagangannya. Pun sebagai pembeli, belilah barang sesuai yang kita butuhkan saja. Bahkan kemarin ada seorang penjual yang menasihati aku dan Mas--khususnya kepadaku--untuk tidak membeli gula merah dalam jumlah banyak kalau memang butuhnya hanya sedikit. Kata Beliau, "eman-eman."
No comments: