Rezeki Tak Terduga Part 2
Sebelumnya, tidak pernah terpikir jika setelah menikah akan berjualan omelet bersama Mas. Terlebih mengingat kemampuan memasakku yang tidak mumpuni. Dan pagi tadi mungkin kali pertamaku masak dalam jumlahnya banyak dan "dibayar" pula. Setelah menyelesaikan beberapa urusan, sekitar 08.30 aku dan Mas baru mulai memasak pesanan sekian omelet. Butuh setengah jam lebih untuk membuat adonannya. Baru kemudian aku mulai menggorengnya.
Jam-jam pertama kami masih menikmati acara masak pagi tadi. Masih bisa melempar canda sembari aku menggoreng dan Mas yang membuat satu adonan susulan. Aku pun mencoba mengendalikan emosi negatifku agar tidak muncul karena akan sangat memengaruhi hasil masakan. Meski suasananya terkadang menstimuliku untuk memunculkan emosi negatif. Memasak yang diburu waktu, loyang yang terasa sekali panasnya jika bermenit memasak.
Kloter pertama, kedua, ketiga, berjalan cukup baik. Omelet yang kumasak tidak ada yang rusak parah. Paling hanya "terkelupas" di pinggirannya. Menuju jam 11, jam yang kami janjikan untuk mengantar omelet ke lapak selatan tiba-tiba suasananya menegang. Pasalnya kami baru membuat setengah lebih banyka dari yang dipesan. Sembari aku tetap menggoreng, Mas mengirim pesan ke sang pemilik lapak agar kami bisa mengantar selepas Jumatan. Setelah melakukan negosiasi yang cukup, mereka pun mau jika kami antar selepas Jumatan.
Dari pesanan omelet itu aku lagi-lagi belajar untuk tetap yakin bahwa rezeki memang datang dari arah tak terduga. Belajar untuk bersabar. Belajar untuk mengendalikan emosi. Pun belajar untuk mengatur waktu dengan baik. Satu yang kupikirkan tadi selama memasak yaitu bagaimana ya panasnya neraka jika panasnya kompor aja sudah sedemikian rupa.
No comments: