Belajar Berbaik Sangka dari Kisah Hasan Al Bashri
Ada sebuah kisah menarik dari seorang cendekiawan muslim pada masa kekhalifahan Umayyah, Hasan Al Bashri. Suatu hari di tepi sungai, dia melihat seorang laki-laki bersama seorang perempuan. Tidak jauh dari mereka ada sebuah botol minuman keras. Melihat itu, dia berkata, "alangkah buruknya perilaku pemuda itu."
Tidak lama kemudian, tiba-tiba ada sebuah perahu yang tenggelam. Lelaki itu segera terjun ke air dan berhasil menolong enam dari tujuh orang yang ada di perahu tersebut. Kemudian lelaki itu berkata kepada Hasan Al Bashri, "Tuan, jika engkau lebih mulia dariku, selamatkan orang yang belum sempat saya tolong." Hasan Al Bashri pun segera terjun ke sungai. Nahas, satu orang tersebut ternyata gagal diselamatkannya. Hal itu membuat Hasan Al Bashri begitu merasa bersalah.
Di tengah penyesalan Hasan Al Bashri, lelaki itu menghampirinya dan berkata, "Tuan, sebenarnya perempuan yang duduk di samping saya adalah ibu saya sendiri. Beliau masih memendam kesedihan setelah ayah saya meninggal. Jadi, saya berusaha menghibur dan menemaninya. Sementara botol minuman keras tersebut hanya berisi air biasa. Kami miskin, kami tidak mempunyai botol selain itu."
Mendengar itu, Hasan Al Bashri tertegun. Sekaligus merasa bersalah karena telah berburuk sangka kepada lelaki itu dan ibunya.
Dari kisah tersebut, kita dapat mengambil hikmah bahwa kita tidak boleh sombong karena merasa telah melakukan amal kebaikan yang banyak dibanding orang lain. Merasa diri lebih baik dari orang lain. Selain itu, tidak boleh buruk sangka kepada siapapun ketika kita melihat suatu peristiwa. Sebab, seringkali yang kita sangkakan itu tidak selalu tepat. Lebih baik kita harus terus berbaik sangka kepada siapapun, terutama orang-orang yang kita kenal dengan baik. Kalau kata Ustadz Salim A. Fillah, "Kita harus memiliki 70 alasan untuk terus berkhusnudzon kepada orang lain."
No comments: