Delapan Kebiasaan (Menjadi) Seorang Penulis
Apa yang kita lakukan, lambat laun akan menjadi sebuah kebiasaan. Seperti sebuah ungkapan, "kita bisa karena terbiasa." Disadari atau tidak, kebiasaan-kebiasaan tersebut ternyata dapat menunjang profesi kita.
Khususnya untuk orang-orang yang suka menulis atau bahkan sudah menjadi penulia profesional, ada delapan kebiasaan yang dapat menunjang kegemaran atau profesi tersebut. Disadur dari buku "Be A Brilliant Writer"-nya Afifah Afra, berikut delapan kebiasaan tersebut.
1. Melatih Kreativitas
Sebagai penulis, kita harus sering-sering melakukan inovasi dalam tulisan kita. Caranya dengan menulis sesuatu yang tidak dipikirkan oleh orang lain. Atau mencari berbagai cara untuk mendapat ide menulis, seperti berdasarkan pengalaman, dari alam semesta, orang lain, buku, dan lain sebagainya. Inovasi-inovasi tersebutlah yang akan membuat tulisan kita digemari dan dilirik banyak orang.
2. Banyak Membaca
Membaca merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang penulis. Jika kita tidak membaca, maka tidak dapat menulis. Sebab, menulis adalah proses memberi agau menuangkan. Lalu, apa yang akan kita tuang jika tidak yang bisa dituang? Selain itu, membaca juga dapat memperkaya batin, memberikan asupan nutrisi kepada rohani kita.
Tidak atau kurang (banyak) membaca juga menjadi salah satu penyebab mentoknya ide yang seringkali dialami banyak penulis. Sebab, dia tidak atau kurang memahami apa yang ditulis. Padahal, dengan membaca, kita menjadi orang yang well rounded man atau serba tahu sehingga dapat mengatasi ke-mentok-an ide tersebut.
Para penulis besar yang produktif pun merupakan pembaca buku yang baik. Sebab, mereka menyadari bahwa membaca buku orang lain dapat menghasilkan informasi dan menjadi bahan untuk membandingkan teknik kepenulisan. Jadi, banyaklah membaca agar banyak menulis!
3. Rajin Menulis Diary
Banyak penulis yang mengawali belajar menulis melalyi diary atau buku harian. Dari diary tersebut ternyata dapat menjelma menjadi berbagai karya. Ada Hasan Al-Banna yang catatan hariannya sudah diterbitkan, seperti "Memoar Hasan Al-Banna, untuk Dakwah dan Para Da'inya." Bahkan buku tersebut sudah terjual lebih dari 50.000 eksemplar dan sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
Lalu ada Anne Frank, seorang gadis 13 tahun yang ditawan di kamp konsentrasi Nazi bersama keluarganya. Meski sedang ditawan, tetapi dia rajin menuliskan apa saja yang dialami dari 12 Juni 1942-1 Agustus 1944. Setelah meninggal, apa yang dia tulis tersebut menjadi catatan harian yang sangat terkenal.
Setidaknya ada empat manfaat dari menulis diary. Pertama, kita akan dibiasakan membahasakan perasaan dan ide-ide kita secara tertulis. Hal itu dapat membangun reflek dan sense of art kita. Kedua, perbendaharaan kosakata kita akan semakin banyak, pun diksi kita akan semakin baik.
Ketiga, memperlihatkan proses pendewasaan. Dengan sering menulis diary, kita akan melihat diri kita dari masa ke masa. Pun perubahan yang kita alami. Seperti memengaruhi sikap kita terhadap orang lain, lebih sabar, lebih percaya diri, dan lebih teratur hidupnya. Keempat, menulis diary adalah sebuah kerja jurnalistik. Mencatat apa-apa yang kita alami ternyata dapat menjadi sumber ide yang luar biasa.
4. Berkorespondensi
Berkoresponsensi atau surat menyurat ternyata dapat melatih tata bahasa kita menjadi lebih baik, membuat kita merasa gembira, menambah relasi, serta dapat menambah wawasan kita. Dari berkorespondensi itu juga ternyata dapat menghasilkan karya yang fenomenal. Seperti "Habis Gelap Terbitlah Terang" atau "Door Duisternis tot Licht", sebuah buku yang berisi kumpulan surat R.A. Kartini kepada teman-temannya yang ada di Eropa.
5. Terbuka dan Senang Berdiskusi
Seorang penulis itu bukanlah sosok yang saklek, harus terbuka pemikirannya. Seorang penulis juga seorang manajer yang dapat mengatur kata-kata, emosi pembaca, hingga ilmu yang dimiliki dapat terbentuk susunan kalimat yang sistematis. Apa yang kita tulis dapat memengaruhi pikiran banyak orang. Dengan demikian pikiran harus selalu terbuka.
Salah satu caranya dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan orang lain. Dengan itu, kita dapat melihat dari berbagai sudut pandang sehingga kita tidak berkutat dalam subjektivitas. Selain itu, mendiskusi karya kita atau karya orang lain sebagai pembanding dapat membuat tulisan kita berkualitas. Sebab, kita tahu mana kelebihan dan kekurangan tulisan kita.
6. Melihat Lebih Dekat
Salah satu keunikan seorang penulis adalah dapat menyingkapkan sesuatu yang sebelumnya samar atau kasat mata. Keunikan tersebut akan terbangun jika kita menjadi orang yang senang 'melihat lebih dekat'. Hal itu membuat kita lebih dapat memahami suatu peristiwa sehingga akan menulis sesuatu dari sisi unik peristiwa tersebut. Selain itu, kita menjadi lebih empati terhadap sesuatu. Seperti penggalan lagunya Sherina, "lihat lebih dekat dan kaubisa menilai lebih bijaksana."
7. Akrab dengan Bahasa
Menulis adalah salah satu bentuk kecerdasan linguistik. Sangat aneh jika seorang penulis tidak akrab dengan bahasa. Sebab, kata Gorys Keraf, "semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin bangak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya." Memiliki kosakata yang banyak itu juga dapat mempermudah komunikasi kita dengan orang lain sehingga tidak salah paham. Salah satu cara untuk memiliki kosakata yang banyak adalah dengan membuka kamus. Jadi, rajin-rajinlah membuka kamus dan memperbanyak kosakata.
8. Enjoy This Life!
Menjadi seorang penulis, kita harus bisa membangun suasana menjadi yang seperti diinginkan. Meski situasinya sedang tidak menyenangkan, tetapi kita dapat melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Salah satunya dengan mencoba menikmati segala sesuatu. Menikmati kemaceta, menikmati ingar-bingar, menikmati kesakitan. Siapa tahu hal tersebut dapat menjadi sumber ide menulis.
No comments: