(Belajar) Menjadi Orang Tua
Bagiku, ada banyak fase kehidupan yang tak kusangka sudah dan sedang kulalui. Lulus SMA, menjadi mahasiswa di kampus yang diimpikan, wisuda, menikah, hamil, melahirkan, meng-ASI-hi. Setiap fasenya memiliki nikmat dan tantangannya masing-masing. Terlebih ketika sekarang memasuki fase meng-ASI-hi, menjadi orang tua, menjadi seorang ibu.
Setelah menjadi ibu, baru kusadari bahwa sejak lahir--bahkan mungkin sejak dalam kandungan--kita sudah merepotkan orang tua kita. Namun, orang tua memiliki sejuta kasih sayang yang senantiasa dilimpahkan kepada kita. Kita yang saat bayi belum bisa berbicara, hanya bisa merengek dan menangis sebagai cara kita berkomunikasi, menyampaikan apa yang kita inginkan kepada orang tua dan sekitar kita. Begitu pun dengan Umar saat ini. Dia hanya merengek dan menangis ketika menginginkan sesuatu. Dan sebagai orang tuanya, aku dan Mas--terlebih aku--mencoba peka sembari menerka apa yang Umar mau. Meski di awal kelahirannya, aku sulit sekali memahaminya. Namun, lambat laun kami dan Umar sama-sama belajar.
Aku dan Mas belajar memahami bahasanya Umar. Menangis karena tidak nyaman. Menangis karena kelaparan. Menangis karena tidak mau minum sambil tidur atau duduk, tapi ingin sambil berdiri. Menangis karena ingin digendong. Menangis karena ingin digendong sambil jalan-jalan. Menangis karena merasa silau. Menangis karena merasa gerah. Menangis karena merasa sakit. Atau menangis karena popoknya penuh.
Umar pun belajar untuk berkomunikasi dengan orang lain dan beradaptasi dengan lingkungan. Belajar untuk menyusui. Belajar mengenali sekitar, terutama mengenali wajahku dan Mas. Belajar miring ke kanan. Belajar miring ke kiri. Belajar melihat sekitar. Belajar tengkurap. Belajar duduk. Belajar merangkak. Belajar berdiri. Belajar berjalan.
Satu yang pasti, aku, Mas, dan Umar sama-sama belajar menjadi orang tua dan menjadi anak. Belajar apa saja yang akan terjadi di setiap tahap perkembangannya. Sembari menikmati setiap perkembangan yang sedang Umar alami.
No comments: