Satu Menit yang Berharga

Setelah punya anak terasa sekali kalau "satu menit itu begitu berharga". Kalau dulu begitu "bebas" melakukan apapun, jam berapapun. Hingga bisa menunda karena merasa memiliki waktu yang banyak.

Setelah punya anak, seringkali melakukan sesuatu itu harus menunggu anak tidur. Atau sejenak menitipkannya ke Mas atau ipar. Namun, jika sedang tidak ada siapapun, terpaksa harus melakukannya sambil menggendong atau menyusui anak.

Dan hari ini ketika pagi-siang hanya berdua dengan Umar, dia tidur lebih sering dari biasanya. Mungkin karena dia tahu kami hanya berdua di rumah sementara ada yang harus kukerjakan pagi tadi. Setiap kali aku melakukan sesuatu ketika Umar tidur atau sedang tidak rewel, aku merasa Allah mengizinkanku untuk melakukan itu. Terasa sekali Allah memudahkannya.

Seperti hari ini, ketika Umar lebih sering tidurnya, aku dapat melakukan sesuatu lebih banyak dari kemarin. Seperti ketika aku bisa mandi, mencuci pakaian, menjemur, dan dhuha dalam satu waktu tidurnya Umar. Sebab, setelahnya Umar menangis sehingga aku harus bergegas menghampirinya. Sambil menatap wajahnya sejenak aku berpikir, "oh, mungkin Allah tadi baru memudahkanku untuk mandi+mencuci pakaian+menjemur+dhuha. Mungkin untuk memasaknya setelah ini ketika Umar tidur lagi usai minum ASI." Dan benar, tidak lama kemudian Umar tidur. Namun, meskipun Umar belum tidur, aku berpikir yang lain, "oh, mungkin Allah ingin aku lebih lama dengan Umar dulu."

Kemudahan hari ini mengingatkanku akan kata-katanya Mama ketika satu bulan pertama Umar sulit tidur. "Allah yang akan menidurkan anakmu. Jadi, tawakal saja sama Allah." Dan sekarang kusadari bahwa kata-kata itu benar adanya. Bahwa hanya Allah lah yang membuat anak kita tertidur sehingga memudahkan kita untuk melakukan hal yang lain. Hal terpenting bagi manusia ada bertawakal kepada-Nya. Berusaha sembari berdoa. Seperti, "Ya Allah, tidurkanlah anakku sejenak, aku ingin mencuci pakaiannya." Dan, yang sudah-sudah, doa itu terkabul.