Belajar Menjadi Pasangan yang Qurani
Setelah Sabtu lalu membahas tentang membangun keluarga qurani atau quranic family, sesi kedua dan ketiga Arisan Ilmu #5 kemarin pagi mengulas tentang quranic couple dan quranic parenting. Quranic couple dibawakan oleh Ustadz @herfi_g_faizi, salah satu ustadz favoritnya Abatinya Umar. Sementara quranic parenting dibawakan oleh Ustadz @mohammadfauziladhim, salah satu ustadz favoritku.
Pada sesi kedua, Ustadz Herfi mengawalinya dengan menyinggung sekilas bahwa setiap hari iblis mengadakan evaluasi para tentaranya. Suatu hari ada salah satu tentara iblis yang mengatakan dirinya berhasil menggoda sepasang suami istri hingga berpisah. Mengetahui itu, iblis pun memuji tentaranya tersebut. Tidak mengherankan jika sebuah pernikahan rentan sekali godaannya. Makanya, kita perlu belajar tentang pernikahan dan rumah tangga dari sumber terpercaya, yaitu kitabullah atau Alquran.
Ustadz Herfi juga menjelaskan bahwa terjadi perbedaan kedudukan istri sebelum dan sesudah Alquran turun. Sebelum Alquran turun atau saat masa jahiliyah, sebuah pernikahan itu dianggap sebagai hubungan transaksional, maka istri pun dianggap seperti sebuah barang. Selain itu, istri juga tidak mendapat hak waris—malah istri dijadikan barang waris—, tidak mempunyai hak atas suaminya, dan ditalak dengan talak yang tidak ada batasannya. Lalu ketika Alquran turun, terjadi perubahan pandangan tentang pernikahan dan kedudukan istri. Pernikahan tidak lagi dianggap sebagai sebuah hubungan transaksional dan hanya kesenangan. Namun, pernikahan merupakan sebuah ibadah kepada Allah yang mana ketika kita menjalankan peran istri atau suami, maka akan bernilai pahala.
Hal yang menjadi pengingat bagiku dalam menjalankan sebagai istri adalah suami dan istri itu berasal dari jiwa yang satu. Ketika kita ingin dihargai oleh suami, maka kita harus menghargai suami. Sebab, sikap kita terhadap pasangan juga menunjukkan ketakwaan kita kepada Allah. Selain itu, dalam sebuah ayat disebutkan bahwa ketika istri dalam menyusui, Allah memerintahkan suami untuk memberikan nafkah dan pakaian. Ternyata maksud ayat tersebut, ketika istri dalam masa menyusui, suami harus memberikan nafkah, pakaian, dan perhatian yang lebih. Sebab, sang istri sedang mentransfer kebaikan kepada anak.
Sebelum sesi kedua selesai, Ustadz Herfi mengingatkan kami untuk terus mencari panduan menjadi suami-istri yang baik sesuai yang diajarkan dalam Alquran. Sebab, hal tersebut merupakan pembahasan yang penting. Dan doa yang diajarkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terdapat dalam surat Al-Furqon ayat 24, "Dan orang orang yang berkata: 'Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa'". Dalam ayat tersebut didahulukan pasangan dulu yang menjadi penyejuk mata, baru anak. Kenapa? Hadirnya anak yang menyejukkan mata itu sebab terbesarnya ketika kita sudah menjadi pasangan yang menyejukkan mata untuk pasangan kita.
No comments: